Dalam beberapa tahun terakhir, pasar modal telah mengalami transformasi signifikan dengan meningkatnya perhatian terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). ESG kini menjadi salah satu kriteria utama dalam pengambilan keputusan investasi, menggantikan paradigma tradisional yang hanya berfokus pada keuntungan finansial. Di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap isu keberlanjutan, integrasi ESG dalam pasar modal bukan hanya menjadi tren, tetapi juga kebutuhan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
News
Perkembangan teknologi pada era saat ini memberikan pengaruh yang signifikan pada kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, salah satunya aspek ekonomi. Berbagai persoalan informasi yang kompleks tentunya memerlukan solusi yang sistematis dan terorganisir agar informasi dapat disediakan secara cepat dan akurat. Hadirnya teknologi sistem informasi menyediakan kemudahan bagi para pelaku ekonomi untuk mengelola dan mengembangkan usahanya secara efektif dan efisien. UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia memiliki peranan yang krusial dalam perekonomian Indonesia. Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) per Maret 2021, UMKM memberikan kontribusi sebesar sebesar 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau senilai Rp8.573,89 Triliun setiap tahunnya dari total 64,2 juta UMKM di seluruh Indonesia (Kementerian Keuangan, 2022). Adapun menurut Dataku Bappeda DIY (2024), D.I. Yogyakarta sendiri memiliki 324.745 UMKM mikro dengan 279.282 pelaku UMKM atau sebesar 86,05% bergerak pada sektor perdagangan dan manufaktur di tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan dan manufaktur memiliki peranan signifikan atas perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi (DEB SV) UGM pada tahun ini bekerja sama dengan Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) DIY dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pegawai perbankan di Kabupaten Kulon Progo. Peserta yang hadir merupakan penilai internal dari Bank Konvensional maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kabupaten Kulon Progo yang tergabung dalam FKIJK. Agenda yang dilaksanakan yakni melakukan pelatihan penilaian agunan sebagai dasar melakukan penilaian yang akurat. Salah satu tahapan mendasar dalam melakukan penilaian agunan yakni inspeksi lapangan.
Gambar Ilustrasi
Meskipun OECD telah menyoroti peningkatan utang pemerintah akibat belanja berlebih, terutama setelah krisis keuangan 2008, dalam satu manuskripnya berjudul Restoring Fiscal Sustainability, tampaknya studi dan kebijakan yang berorientasi pada upaya pengelolaan keuangan negara berbasis keberlanjutan tidak cukup popular di tengah-tengah masyarakat. Salah satu aspek penting pengelolaan keuangan negara yang perlu disoroti adalah penganggaran karena menjadi rujukan kebijakan, dirumuskan secara politis, dan mencerminkan orientasi pemerintah pada periode tersebut. Terlebih cukup banyak negara yang mengadopsi rezim anggaran defisit yang memungkinkan terwujudnya celah inefisiensi.
Gambar Ilustrasi
Perkiraan transaksi haji dan umrah Indonesia setiap tahun sekitar Rp 69,9 triliun atau setara USD 4,6 milyar. Perhitungan ini belum termasuk belanja tunai dan nontunai oleh para jamaah langsung pada saat menjalankan ibadah haji dan umrah di Arab Saudi. Besarnya dana ini dapat dilihat dari berbagai sisi, potensi devisa keluar dari Indonesia ataupun dampak lingkungan. Pengelolaan ibadah haji dan umroh secara tradisional dapat meningkatkan dampak buruk bagi lingkungan. Tentu hal ini tidak sejalan dengan upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Untuk itu, penting untuk mengembangkan manajemen penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang cepat, responsive, sekaligus mengurangi dampak buruk bagi lingkungan.
Persepsi masyarakat mengenai perbankan syariah di Indonesia sangat beragam, dipengaruhi oleh pemahaman, pengalaman, dan pengetahuan mereka tentang sistem ini. Beberapa faktor utama yang memengaruhi pandangan masyarakat terhadap perbankan syariah:
Gambar Ilustrasi
Pemasaran digital saat ini menjadi alat penting bagi berbagai usaha dan organisasi untuk bersaing di pasar. Namun, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam menerapkan strategi pemasaran digital yang membatasi kemampuan mereka untuk berkompetisi secara efektif. Beberapa hambatan utama yang dihadapi UMKM mencakup keterbatasan akses teknologi, kurangnya literasi digital, keterbatasan sumber daya manusia (SDM), persaingan yang ketat, rendahnya kualitas produk, serta akses permodalan yang terbatas. Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa meskipun UMKM memiliki potensi besar untuk tumbuh melalui pemasaran digital, terdapat berbagai faktor internal dan eksternal yang perlu diatasi agar mereka dapat bersaing di pasar digital.
Gambar Ilustrasi
Perbankan syariah menawarkan alternatif bagi masyarakat yang ingin menjauhi praktik riba dan berinvestasi secara etis. Bank syariah juga memiliki peran penting dalam mendukung proyek-proyek sosial dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat, sehingga berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia didukung oleh landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang memberikan kepastian hukum bagi operasional bank syariah. Dengan adanya regulasi ini, industri perbankan syariah diharapkan dapat berkembang lebih cepat dan terstruktur.
Penulis: Rizky Wulandari
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) sejak September 2015 telah menjadi komitmen global. Terdapat 17 (tujuh belas) tujuan yang menjadi target Pemerintah Indonesia. Pada khususnya pada tujuan 16 yaitu Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat diharapkan seluruh lembaga negara akan hidup secara terus menerus dengan tata kelola yang baik. Mendasari pada tujuan 16 SDGs ini maka komitmen seluruh lembaga negara dalam menciptakan lingkungan tata kelola yang baik untuk dapat berlangsung secara terus menerus menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa indikator dari tujuan 16 dapat kita cermati sebagai berikut: Indikator 16.6.1. (b) Persentase peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; Indikator 16.6.1. (d) Persentase instansi pemerintah yang memiliki nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik Kementerian/Lembaga/dan Pemerintah; Indikator 16.5.1. (a) Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) indikator 16.6.1.(a) Persentase instansi pemerintah yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Indikator 16.6.1.(b) Persentase instansi pemerintah dengan skor Sistem Akuntabilias Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ≥ B; Indikator 16.6.1.(c) Persentase instansi pemerintah dengan Indeks Reformasi Birokrasi (RB) ≥ B; Indikator 16.6.2.(a) Jumlah Instansi pemerintah dengan tingkat kepatuhan pelayanan publik kategori baik (Bappenas, 2024), merupakan beberapa indikator yang dapat dicapai jika didasari dengan adanya tata kelola organisasi yang baik. Sejalan dengan tujuan 16 SDGs tersebut, penerapan prinsip three lines of defense dapat dipertimbangkan untuk dapat menjawab kebutuhan tata kelola organisasi yang baik dalam mencapai tujuan 16 SDGs. Prinsip three lines of defense merupakan suatu kerangka kerja yang diterapkan dalam manajemen risiko, dengan membagi tanggung jawab antara tiga “garis pertahanan” yang berbeda dalam organisasi untuk memastikan manajemen risiko dan pengendalian yang efektif dalam pencapaian tujuan jangka panjang organisasi (GRC Indonesia, 2024).
Penulis: Rizky Wulandari
Permasalahan sampah saat ini menjadi permasalahan yang ada di berbagai daerah di Yogyakarta. Kota Yogyakarta bahkan sedang mengkaji kebijakan sampah berbayar untuk mengatasi permasalahan sampah yang tidak kunjung usai sejak 1 tahun belakangan. Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Lingkungan Hidup mencanangkan program reuse, reduce, recycle (3R) yaitu program penanganan sampah melalui pemilahan, pemanfaatan dan daur ulang sampah menjadi produk yang bermanfaat untuk mengurangi beban sampah di tempat pembuangan akhir. Pemilahan sampah organik dan non organik merupakan langkah awal yang dilakukan dalam implementasi 3R. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60% dari total sampah (bank sampah bersinar, 2024).