Indonesia merupakan negara pertama di ASEAN yang mengeluarkan peraturan keuangan berkelanjutan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan beberapa inisiatif terkait dengan keuangan berkelanjutan, antara lain kebijakan (i) Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025), (ii) Taksonomi Hijau Indonesia 1.0, dan (iii) Insentif Pendukung Baterai Kendaraan elektrik. Kemudian dalam ranah industri perbankan, Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan menekankan integrasi manajemen risiko lingkungan dan sosial dalam penilaian risiko kredit.
SDG 11: Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan
Delapan mahasiswa dari Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM terpilih menjadi bagian dari program TF SCALE (Temasek Foundation Specialists Community Action and Leadership Exchange) 2024. Program ini merupakan kerja sama antara Sekolah Vokasi UGM dengan Ngee Ann Polytechnic, Singapura, dan dirancang untuk memperluas wawasan kepemimpinan, budaya, serta kolaborasi antar mahasiswa ASEAN.
Dosen (Laksmi Yustika Devi) dan mahasiswa (Riziq Apani Khoir, Marsa Kamila Nasion, Luqman Wiranata Kusuma) Program Studi Pembangunan Ekonomi Kewilayahan Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM (Prodi PEK) terlibat dalam program pengabdian kepada masyarakat berbasis desa binaan tahun 2024 yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) dengan dana hibah dari Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM di Desa Wisata Dewa Dekso, Kulon Progo. Selain dengan Prodi PEK, kegiatan pengabdian ini juga melibatkan Gilang Wirakusuma, M.Sc. dari Fakultas Pertanian UGM dan Dr. Nuryuda Irdana, S.P., M.M. dari Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya Sekolah Vokasi UGM.
Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-11: Sustainable Cities and Communities — menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan — salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang layak dan mendukung kesejahteraan komunitas. Salah satu solusi yang diterapkan adalah pengelolaan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) sebagai alternatif hunian yang lebih baik bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Air bersih dan tempat tinggal adalah hak dasar yang wajib dipenuhi untuk mendukung kualitas hidup manusia. Setiap tempat tinggal seperti Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa), harus menyediakan sumber air bersih yang layak untuk kebutuhan konsumsi dan sanitasi penghuninya. Hal ini sangat penting, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang menjadi penghuni utama Rusunawa. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan air bersih di Rusunawa masih menghadapi berbagai tantangan yang memengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni.
Migrasi penduduk, perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, merupakan fenomena kompleks dengan implikasi signifikan bagi pembangunan dan keberlanjutan perkotaan. UNCTAD 2023, memprediksi proporsi penduduk dunia yang tinggal di kawasan perkotaan mencapai 68% pada tahun 2050. Seiring dengan terus meningkatnya urbanisasi secara global tantangan dalam mengelola pertumbuhan ini secara berkelanjutan menjadi semakin mendesak.
Penulis: Rizky Wulandari
Permasalahan sampah saat ini menjadi permasalahan yang ada di berbagai daerah di Yogyakarta. Kota Yogyakarta bahkan sedang mengkaji kebijakan sampah berbayar untuk mengatasi permasalahan sampah yang tidak kunjung usai sejak 1 tahun belakangan. Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Lingkungan Hidup mencanangkan program reuse, reduce, recycle (3R) yaitu program penanganan sampah melalui pemilahan, pemanfaatan dan daur ulang sampah menjadi produk yang bermanfaat untuk mengurangi beban sampah di tempat pembuangan akhir. Pemilahan sampah organik dan non organik merupakan langkah awal yang dilakukan dalam implementasi 3R. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60% dari total sampah (bank sampah bersinar, 2024).
Yogyakarta (24/10/2024) Pembangunan infrastruktur yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia turut menimbulkan efek domino bagi sektor lingkungan dan pertanian. Pembangunan besar-besaran ini mengakibatkan adanya alih fungsi lahan. Salah satu alih fungsi yang terasa signifikan adalah perubahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman.
Gambar ini mencerminkan keseimbangan antara tantangan perumahan perkotaan modern dan solusi praktis yang ditawarkan oleh pembiayaan yang sesuai dengan Syariah.
Pembiayaan untuk pemilikan rumah tinggal melalui bank syariah semakin diminati oleh masyarakat dan menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk pemilikan rumah tinggal. Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK tahun 2021 menunjukkan bahwa kenaikan pembiayaan untuk kepemilikan rumah tinggal melalui bank syariah telah melampaui pertumbuhan di bank konvensional. Data menunjukkan pembiayaan untuk pemilikan rumah tinggal mencapai Rp39,51 triliun per Januari 2021. Pembiayaan tersebut tumbuh 13,84 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, atau tumbuh 0,55 persen dibandingkan dengan posisi Desember 2020. Sementara kredit untuk pemilikan rumah tinggal oleh bank konvensional tumbuh 3,28 persen secara yoy pada Januari 2021, tetapi minus 0,11 persen dibandingkan dengan posisi Desember 2020. Namun demikian, pembiayaan untuk rumah berbasis syariah ini masih berada di bawah pembiayaan untuk keperluan rumah tangga lainnya yang tumbuh sebesar 19, 82% lebih tinggi dibanding 10,86% untuk rumah tinggal dan 16,22% untuk flat atau apartemen.
Gambaran Pemandangan kota dengan perumahan ramah lingkungan, inklusivitas masyarakat, dan elemen arsitektur Islam
Dalam upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) No.11 yaitu Kota dan Komunitas Berkelanjutan, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai kota inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Salah satu targetnya adalah memastikan akses bagi semua orang terhadap perumahan dan layanan dasar yang layak, aman, dan terjangkau, serta meningkatkan kualitas permukiman kumuh pada tahun 2030. Indonesia telah membuat kemajuan dalam mencapai SDG’s No. 11 dengan mengambil langkah-langkah signifikan untuk menjadikan kota lebih inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Upaya tersebut mencakup peningkatan kesiapsiagaan bencana, peningkatan permukiman informal, dan peningkatan akses ke perumahan yang terjangkau. Salah satu cara untuk mencapai target peningkatan akses ke perumahan yang terjangkau adalah dengan menyediakan pembiayaan perumahan yang terjangkau, seperti kredit atau pembiayaan rumah melalui skema konvensional maupun syariah, yang membantu individu mengakses perumahan tanpa membebani keuangan mereka.