Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) terus berupaya meminimalisir kebocoran ekonomi yang dapat terjadi dalam proses peningkatan retribusi daerah. Sebagai salah satu sumber penting Pendapatan Asli Daerah (PAD), retribusi daerah harus dikelola dengan efisien untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah melalui penyederhanaan jenis retribusi, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban mereka sebagai pembayar retribusi. Perubahan dalam struktur retribusi, terutama pada retribusi jasa umum dan perizinan, sangat penting untuk mengoptimalkan proses pemungutan dan meminimalisir potensi kebocoran. Penyederhanaan ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemungutan retribusi, sehingga memudahkan masyarakat dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan mengurangi kemungkinan kebocoran. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pembayar retribusi dengan mempermudah proses administrasi retribusi.
SDG 2: Tanpa Kelaparan

Ketahanan pangan Indonesia menghadapi tantangan serius, salah satunya menurunnya minat generasi muda untuk menjadi petani. Data Kementerian Pertanian (2021) menunjukkan penurunan jumlah generasi muda di sektor pertanian dari 29,18 persen pada 2011 menjadi hanya 19,18 persen pada 2021. Kondisi ini diperparah dengan dominasi petani berusia lanjut dan persepsi anak muda yang menganggap profesi petani sebagai pekerjaan berat, kurang menjanjikan, dan minim dukungan sosial.

Ketahanan pangan menjadi prioritas utama dalam upaya mewujudkan kemandirian dan pembangunan berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi besar di sektor pertanian, namun masih menghadapi sejumlah tantangan seperti alih fungsi lahan, kerusakan infrastruktur, keterbatasan sarana produksi, serangan hama, perubahan iklim, serta rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian (Kementan, 2021).
Mahasiswa Departemen Ekonomika dan Bisnis kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional. Raushan Fikar Aslam dari program studi Pembangunan Ekonomi Kewilayahan berhasil meraih Juara 1 dalam ajang kompetisi infografis nasional Media Fair 2025 yang mengangkat tema “Food Diversity and Zero Waste For a Sustainable Future Food System”. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung dan berlangsung secara daring sejak 2 Agustus hingga 28 September 2025.
(Kota pesisir Labuan Bajo – 30 s.d 31 Juli 2025) kembali menjadi tuan rumah sebuah forum akademik internasional, International Conference on Sustainable Economics, Management, and Accounting (ICSEMA) 2025. Konferensi ini mengangkat tema “Circular Economy and SMEs: Strengthening Rural Sustainability through Innovation and Collaboration”, sebuah topik yang sangat relevan dengan tantangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dan negara berkembang lainnya.
Kegiatan yang berlangsung sehari penuh ini diselenggarakan oleh Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana (Undana). Konferensi menghadirkan para akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara seperti Jepang, Inggris, Malaysia, dan Indonesia, yang memiliki kepedulian dan fokus terhadap penguatan ekonomi lokal melalui inovasi berkelanjutan.
Introduction:
Adopting Islamic banking services in Indonesia is driven by factors such as Sharia compliance and convenience. This research explores how these two factors influence consumer decisions to adopt Islamic banking over conventional banking options. Understanding the underlying motivations for Islamic banking adoption can have significant implications for policy-making and financial inclusion, which aligns with several Sustainable Development Goals (SDGs), particularly those related to poverty alleviation, economic growth, and job creation.
Oleh: Amesta Kartika Ramadhani, Ashtian Ultanti, Reinhard Jordan Sianipar, Ralditya Rifki Januar
Perubahan iklim yang semakin ekstrem mengganggu berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan masyarakat. Kenaikan suhu tahunan, berkurangnya luas lahan hijau, dan pengelolaan anggaran yang kurang optimal untuk lingkungan menciptakan tekanan tambahan pada masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah rawan perubahan iklim dan merupakan kelompok rentan, yakni anak-anak. Perubahann iklim dapat memengaruhi kondisi kesehatan anak melalui peningkatan prevalensi stunting dengan kondisi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar seperti gizi, air bersih, dan lingkungan sehat.
Berdasarkan Global Food Security Index (GFSI) 2022, ketahanan pangan Indonesia berada di posisi 63, di bawah Singapura (28), Malaysia (41), dan Vietnam (46), namun di atas Thailand (64). Posisi Indonesia tersebut tidak jauh berbeda dengan posisi tahun 2017, yaitu di peringkat 65 (The Economist Group, 2024).

Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang memprihatinkan di Indonesia. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023, prevalensi diabetes tercatat mencapai 1,7% pada seluruh kelompok usia dan 2,2% pada kelompok usia di atas 15 tahun. Prevalensi diabetes mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2018. Pada 2018, prevalensi diabetes mencapai angka 1,5% pada seluruh kelompok usia dan 2,0% pada kelompok usia di atas 15 tahun. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa diabetes bukan hanya masalah kesehatan individu, melainkan tantangan bagi sistem kesehatan masyarakat. Mengingat diabetes merupakan salah satu penyebab utama kematian di Indonesia.
Ancaman Krisis Lahan terhadap Ketahanan Pangan
- Penurunan produktivitas lahan: Degradasi lahan mengurangi kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman.
- Hilangnya lahan pertanian: Konversi lahan pertanian menjadi penggunaan lain mengurangi pasokan pangan.
- Kerentanan terhadap bencana: Lahan yang terdegradasi lebih rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan kekeringan.
- Keterbatasan akses terhadap sumber daya: Petani kecil seringkali kehilangan akses ke lahan produktif akibat tekanan ekonomi dan sosial.
Beberapa ancaman di atas menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah guna memastikan pasokan lahan pertanian tetap tersedia untuk ditanami tanaman pangan. Oleh karena itu, diperlukan strategi-strategi dalam menghadapi krisis lahan.
Strategi Menghadapi Krisis Lahan
Untuk mengatasi krisis lahan dan mendukung upaya ketahanan pangan, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:
1. Perencanaan Tata Ruang yang Terintegrasi
- Zonasi lahan: Membagi lahan menjadi zona-zona dengan penggunaan yang sesuai, seperti zona pertanian, permukiman, dan kawasan lindung.
- Inklusivitas: Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan untuk memastikan keadilan dan
2. Pertanian Berkelanjutan
- Rotasi tanaman: Mengganti jenis tanaman yang ditanam secara berkala untuk menjaga kesuburan tanah.
- Agroforestri: Menggabungkan tanaman pertanian dengan pohon untuk meningkatkan produktivitas dan melindungi tanah.
- Pengelolaan air yang efisien: Mengoptimalkan penggunaan air irigasi untuk mengurangi tekanan pada sumber daya
3. Konservasi Tanah dan Air


