Sektor properti merupakan salah satu penggerak utama ekonomi Indonesia, namun juga dikenal sebagai industri yang rawan terhadap praktik kecurangan (fraud). Kompleksitas proyek bernilai tinggi, penggunaan estimasi dalam akuntansi, serta keterlibatan banyak pihak menjadikan tata kelola di sektor ini menuntut transparansi dan akuntabilitas yang lebih kuat. Tantangan tersebut mendorong perlunya inovasi dalam sistem pengawasan dan budaya manajemen agar bisnis tidak hanya bertumbuh, tetapi juga berkelanjutan. Dari hal tersebut, tim dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada menelusuri bagaimana keragaman gender dalam struktur manajemen perusahaan properti dapat memengaruhi tingkat risiko kecurangan laporan keuangan. Dengan menggunakan model Beneish M-Score, tim menganalisis data perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2019–2023 untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya manipulasi laporan keuangan. Hasilnya mengindikasikan bahwa perusahaan dengan komposisi gender yang lebih seimbang dalam jajaran manajemen memiliki skor M yang relatif lebih rendah—menandakan potensi kecurangan yang lebih kecil. Temuan tersebut membuka ruang bagi perspektif baru: keberagaman gender dapat menjadi bentuk inovasi dalam tata kelola perusahaan. Selama ini, inovasi sering dipersempit pada aspek teknologi atau efisiensi proses, padahal keberagaman manusia di dalam organisasi juga menciptakan cara pandang baru terhadap risiko dan etika. Pendekatan ini melengkapi konsep good corporate governance dengan dimensi sosial yang lebih kuat.




