Dalam satu dekade terakhir, dunia korporasi tak lagi semata-mata mengejar profit. Di era yang ditandai dengan krisis iklim, ketimpangan sosial, dan tuntutan tata kelola yang lebih transparan, perusahaan dituntut berperan aktif dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang dicanangkan PBB.
Namun, bagaimana mengaitkan praktik keuangan seperti aksi korporasi—yang mencakup right issue, buyback saham, merger-akuisisi, hingga pembagian dividen—dengan kontribusi terhadap SDGs?
Aksi Korporasi yang Sejalan dengan SDGs
Aksi korporasi umumnya dipandang sebagai strategi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Namun kini, berbagai aksi tersebut semakin diarahkan untuk mendorong keberlanjutan. Misalnya, perusahaan yang menerbitkan green bonds atau sustainability-linked bonds dalam rangka aksi penghimpunan dana (right issue atau obligasi), secara langsung mendukung SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim) dan SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau).
Contoh lainnya, merger dan akuisisi yang berorientasi pada efisiensi energi atau pengembangan teknologi ramah lingkungan dapat mendorong pencapaian SDG 9 (Industri, Inovasi dan Infrastruktur) dan SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).
Bahkan, keputusan buyback saham atau pembagian dividen pun kini mendapat sorotan dari investor berwawasan ESG (Environmental, Social, Governance). Bila dividen dibagikan secara besar-besaran tanpa memperhatikan investasi pada aspek lingkungan dan sosial, maka bisa memicu kritik karena dinilai tidak mendukung pembangunan berkelanjutan.
Investor Sebagai Agen Perubahan
Saat ini, banyak investor institusi global menjadikan SDGs sebagai bagian dari kerangka penilaian investasi. Laporan dari United Nations Principles for Responsible Investment (UN- PRI) menyatakan bahwa lebih dari 3.000 manajer investasi global telah menyusun portofolio berdasarkan dampak keberlanjutan. Dengan demikian, perusahaan yang melakukan aksi korporasi tanpa pertimbangan ESG berisiko kehilangan kepercayaan pasar. Sebaliknya, aksi korporasi yang selaras dengan SDGs cenderung mendapat respons positif dari investor dan publik, yang pada akhirnya meningkatkan reputasi dan nilai jangka panjang perusahaan.
Indonesia dan Peran Emiten Lokal
Di Indonesia, tren ini mulai berkembang. Beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menerbitkan obligasi hijau, membentuk unit bisnis energi terbarukan, serta menerapkan tata kelola perusahaan yang lebih inklusif dan transparan. Namun, langkah ini
perlu diperluas. Aksi korporasi seharusnya tidak lagi hanya dipandang sebagai strategi keuangan semata, melainkan sebagai bagian dari komitmen sosial perusahaan. Dalam konteks ini, sinergi antara regulator, pelaku pasar, akademisi, dan media menjadi kunci penting. Regulator perlu menyediakan insentif bagi aksi korporasi yang mendukung SDGs. Sementara itu, edukasi publik dan investor perlu terus digalakkan agar mereka dapat menjadi mitra kritis dan konstruktif dalam menilai arah keberlanjutan perusahaan.
Aksi korporasi bukan hanya soal pertumbuhan bisnis, tetapi kini juga menjadi cermin tanggung jawab perusahaan terhadap masa depan dunia. Dengan menyelaraskan strategi korporasi dengan SDGs, perusahaan tidak hanya membangun bisnis yang tangguh, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan global yang lebih adil, hijau, dan berkelanjutan. [Red. Elton]