Intisari dari Artikel https://infobanknews.com/jobless-growth/ oleh Prof Mudrajad, Ph.D.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,87% (yoy) dan mengalami kontraksi -0,98% secara kuartalan, menunjukkan gejala perlambatan yang patut diwaspadai. Meski Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya menegaskan komitmen terhadap kesejahteraan rakyat, target pertumbuhan 8% tampaknya sulit dicapai tanpa perubahan mendasar dalam arah kebijakan ekonomi.
Pertumbuhan Tanpa Kualitas: Jobless Growth
Pascapandemi, ekonomi Indonesia memang kembali tumbuh, namun tidak menciptakan lapangan kerja yang sepadan. Fenomena jobless growth tetap terjadi, terutama karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak meningkat secara signifikan. Dominasi pertumbuhan yang berbasis konsumsi (consumption-driven growth) juga masih menjadi ciri utama ekonomi nasional, dengan konsumsi rumah tangga menyumbang 54,5% terhadap PDB.
Struktur Ekonomi yang Stagnan dan Konsentrasi Wilayah
Struktur ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan berarti, dengan sektor industri manufaktur, perdagangan, dan pertanian masih menjadi penopang utama. Dari sisi spasial, Pulau Jawa dan Sumatra tetap mendominasi aktivitas ekonomi nasional (79,5% dari PDB), meninggalkan ketimpangan yang makin lebar dengan wilayah timur Indonesia.
Melemahnya Daya Beli dan Keyakinan Konsumen
Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga — meski berada dalam momentum Ramadan dan Idulfitri — mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan indeks keyakinan konsumen dari 127,2 (Januari) menjadi 121,1 (Maret) menunjukkan kekhawatiran masyarakat terhadap prospek ekonomi dan pekerjaan.
Anomali di Dunia Ketenagakerjaan
Meskipun angka pengangguran terbuka menurun menjadi 4,76%, kasus PHK massal justru meningkat, terutama di sektor manufaktur dan tekstil. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 24.036 pekerja terkena PHK selama awal 2025, sementara laporan serikat buruh menyebut angka mendekati 40.000 pekerja. Banyak dari mereka beralih ke sektor informal yang kurang menjanjikan dari sisi kesejahteraan.
Reformasi Struktural: Urgensi Meta Policy Mix
Kondisi ini menuntut lahirnya pendekatan baru: meta policy mix, yaitu sinkronisasi antara kebijakan fiskal, moneter, sektoral, dan daerah. Reformasi struktural menjadi kunci, dengan langkah-langkah seperti:
-
Diversifikasi ekspor dan produk
-
Percepatan hilirisasi industri
-
Kepastian hukum dan iklim investasi
-
Pengembangan inovasi dan teknologi lokal
-
Perlindungan industri dan pekerja domestik
-
Peningkatan kualitas SDM dan vokasi
Arah Kebijakan dan Kepemimpinan
Pembangunan selama 27 tahun terakhir pascareformasi dianggap belum menjawab tantangan struktural ekonomi. Karena itu, diperlukan kepemimpinan yang mampu menjadi dirigen dari orkestrasi kebijakan nasional, agar Indonesia tidak hanya tumbuh secara nominal, tetapi juga inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan. (Red. Nur C.G.)
Kesimpulan:
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan arah yang benar, jalan yang ditempuh masih panjang dan penuh tantangan. Saatnya pemerintah “pindah ke gigi yang lebih tinggi” untuk mengejar ketertinggalan, memperbaiki struktur ekonomi, serta memastikan pertumbuhan yang lebih adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.