Oleh :
KELOMPOK 1
Muhamad Arifin 24/534228/SV/24013
Amar Attuqa Idris 24/543282/SV/25181
Rivan Aji Saputra 24/543825/SV/25273
Arnas Setiawan 24/545613/SV/25717
Sarang burung walet yang sering kita kenal sebagai bahan makanan mewah atau obat tradisional, ternyata juga jadi sumber pendapatan daerah melalui pajak? Di Indonesia, khususnya di daerah seperti Kota Palu dan Kabupaten Gorontalo, pajak ini telah diatur dalam peraturan daerah. Tapi, apakah implementasinya sudah berjalan lancar? Dan seberapa efektif pajak ini dalam meningkatkan pendapatan daerah? yang di mana pajak sarang burung walet ini diharapkan jadi ‘penyelamat’ anggaran daerah.
Bayangkan, sarang burung walet yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram, tapi pajaknya sering luput dari perhatian. Dikutip dari jurnal yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pajak Sarang Burung Walet di Kota Palu” oleh M. Kafrawi Al-Kafiah Samsu. (2023), yang diterbitkan di Jurnal Multidisiplin Ilmu Akademik di Kota Palu, pajak ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, yang kemudian diubah dengan Perda Nomor 10 Tahun 2017. Menurut aturan ini, objek pajaknya ialah pengambilan dan/atau pemanfaatan sarang burung walet, dengan wajib pajaknya adalah individu atau badan yang melakukan kegiatan tersebut.
Sebelum itu, kita harus tahu dulu bagaimana dasar pengenaan dan perhitungan pajak sarang burung walet ini. Dasar Pengenaan Pajaknya merupakan nilai jual sarang burung walet yang dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasar untuk sarang burung walet dengan volume sarang burung walet (biasanya per kg). Harga pasar disini menyesuaikan sesuai dengan daerah objek pajak itu sendiri. Maka formulasinya:
| Pajak SBW = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak (10%) |
| Pajak SBW = {Harga pasar per kg x volume SBW (Kg)} x Tarif Pajak (10%) |
Implementasi pajak ini menggunakan sistem self-assessment, dimana wajib pajak sendiri yang menghitung dan melaporkan pajaknya. Prosesnya dimulai dari pendaftaran data wajib pajak dan objek pajak, pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Daerah (SPTPD), verifikasi oleh pemerintah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), hingga pembayaran melalui Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) di bank daerah seperti BPD.
Tapi, realitanya? Implementasi ini belum optimal. Menggunakan model implementasi kebijakan dari George C. Edward III, ada empat variabel utama yang dievaluasi: komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap pelaksana), dan struktur birokrasi.
- Komunikasi dengan sosialisasi masih minim. Banyak pengusaha walet di daerah terpencil tidak tahu aturan ini. Akibatnya, transparansi rendah, seperti waktu panen, volume sarang, dan transaksi jual beli yang tidak dilaporkan.
- Sumber daya dimana kurangnya petugas lapangan membuat pengawasan Lokasi gedung walet sering sulit diakses, dan tidak ada anggaran khusus untuk penegakan pajak ini. Data wajib pajak pun sering tidak valid.
- Disposisi kesadaran wajib pajak yang rendah. Pengusaha jarang bertemu petugas, sehingga mereka bersikap netral dan acuh terhadap pajak ini.
- Struktur Birokrasi yang sudah bagus dengan sub-bagian khusus di Dinas Pendapatan dan Aset Daerah, tapi SOP (Standar Operasional Prosedur) kurang dikenal karena sosialisasi yang masih lemah.
Hasilnya, pajak sarang burung walet jadi yang terendah di antara pajak daerah lainnya di daerah Palu. Bayangkan, potensi besar tapi realisasi minim karena kurangnya penegakan dan partisipasi.
Dikutip dari jurnal berjudul “Efektivitas Pajak Sarang Burung Walet Dalam Peningkatan Pendapatan Daerah Kabupaten Gorontalo” oleh Siti Sahra Nggiu dkk. (2024), yang diterbitkan di Sinergi: Jurnal Riset Ilmiah, dimana di Kabupaten Gorontalo, pajak ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pajak Sarang Burung Walet, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 dan UU Nomor 23 Tahun 2014. Pajak dihitung dari nilai jual sarang (harga pasar lokal dikalikan volume), dan wajib pajak harus punya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta Izin Gangguan sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999.
Potensi ekonomis sarang walet di sini bisa dibilang tinggi, ada sekitar 288 pengelola di 18 kecamatan. Sarang ini bukan hanya komoditas mewah, tapi juga obat tradisional dan predator alami serangga. Namun, efektivitas pajak ini terbatas. Banyak bangunan walet didirikan tanpa izin resmi, sehingga tidak dikenai pajak. Hal ini merupakan penghambat dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kendala utama:
- Kurangnya sosialisasi dan Kesadaran masyarakat, serta minimnya pengetahuan pengusaha terkait regulasi yang berlaku, sehingga banyak yang mengabaikan
- Pengawasan yang lemah dengan keterbatasan SDM dan anggaran pemerintah membuat pengawasan tidak efektif. Banyak pengusaha yang berasal dari luar daerah dan tidak berdomisili di wilayah yang sama dengan bangunan sarang burung walet.
- Dampak sosial dan lingkungan dimana bisnis ini menimbulkan konflik, seperti kebisingan suara walet, bau kotoran, pencemaran air/udara, dan perubahan estetika
Secara keseluruhan, pajak ini masih belum maksimal untuk meningkatkan PAD karena mayoritas bangunan tak berizin. Dampaknya membuat hilangnya potensi pendapatan, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan. Padahal, jika dioptimalkan dengan baik, kondisi antara ekonomi, sosial, dan ekologi bisa menjadi lebih seimbang.
Tips agar pajak sarang burung walet lebih efektif, biar nggak cuma ngebahas masalah aja tapi ada triknya juga.
- Sosialisasi kreatif dengan menggunakan media sosial, billboard, leaflet, dan workshop online. Libatkan tokoh masyarakat agar pesan sampai ke akar rumput. Contohnya membuat video animasi singkat tentang manfaat pajak ini.
- Penguatan pengawasan dimana dapat mengalokasikan anggaran khusus seperti APBD yang digunakan untuk membeli alat dan pelatihan petugas lapangan, serta kolaborasi dengan Satpol PP untuk razia dan layanan satu pintu (PTSP) untuk izin data. Tips gunakan teknologi drone untuk survei lokasi yang sulit diakses dengan kamera dan GPS untuk peta lokasi walet dari udara untuk mendeteksi bangunan baru/ilegal.
- Insentif dan sanksi seimbang seperti memberi diskon pajak atau doorprize untuk yang taat pajak, dan mencabut izin pembangunan untuk si pelanggar. Buat zonasi khusus untuk gedung walet agar minim konflik masyarakat sekitar, dan mendorong teknologi ramah lingkungan seperti isolasi suara.
- Kolaborasi multi pihak yang melibatkan pengusaha, masyarakat, dan ahli Dengan mengadakan forum diskusi rutin untuk transparansi data panen dan transaksi.
Dengan tips ini, pajak sarang burung walet bisa jadi sumber pendapatan daerah yang sustainable. Ingat, pajak bukan beban, tapi investasi untuk kesejahteraan bersama! [Red. Muhammad dkk./Hilda]
DAFTAR PUSTAKA
Nggiu, S. S., Thalib, M. C., Taufiq, M., & Sarson, Z. (2024, 11 7). EFEKTIVITAS PAJAK SARANG BURUNG WALET DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH (STUDI KASUS KABUPATEN GORONTALO). SINERGI, Jurnal Riset Ilmiah, 1 No. 11 2024, 1015 – 1026. DOI:10.62335
Samsu, M. K. A.-K., Tawil, Y. P., Ariyani, R., Tawil, M., & Sahibo, S. A. (2024, Februari 1).
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PAJAK SARANG BURUNG WALET DI KOTA
PALU. Jurnal Multidisiplin Ilmu Akademik, 1, 48-57. https://doi.org/10.61722/jmia.v1i1.1144
