Dampak dari strategi merger yang dikembangkan oleh BPR sesuai anjuran dari OJK terutama setelah ditetapkannya undang undang Penguatan dan Pengembangan Jasa Keuangan (P2SK), ternyata menghadapi kendala potensial yang bisa menghambat tujuan dari strategi merger. Salah satu kendala yang dihadapi di lapangan adalah implementasi dilapangan, Ketika dasar merger adalah kekurangan modal, kepemilikan dan Lokasi BPR. Merger secara konsep memang bisa meningkatkan modal inti BPR, tetapi secara intrinsic mengandung biaya berupa karakter BPR yang bergabung sering tidak sefrekuensi dengan BPR partnernya. Besar kecilnya modal yang masuk, juga menjadi factor yang pelik di lapangan menghadapi kendala pada saat menentukan proporsi direksi dan komisaris yang baru, Di lapangan biaya ini cukup besar, yang bisa jadi mungkin lebih murah biaya dananya jika dibandingkan dengan strategi non merger.
Karakter pemilik antara BPR yang melakukan merger, ternyata di lapangan sangat sulit disatukan dalam kondisi yang optimum, sehingga, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memutuskan posisi yang win win untuk kedua belah pihak. Perubahan struktur direksi dan karakter dari pemilik, ternyata dilapangan kadang berbeda bahkan berlawanan dengan dokumen yang dicantumkan pada saat pengajuan merger ke regulator. Kondisi ini sangat menghambat bisnis operasional dalam jangka pendek, bahkan bisa berdampak pada meningkatnya BOPO dan menurunnya pangsa pasar karena strategi BPR yang baru belum bisa focus tetapi masih memfasilitasi atau mempertimbangkan factor factor yang muncul di lapangan. Alasan dan saran untuk merger pada wilayah atau Lokasi, seperti provinsi yang sama, ternyata juga menghadapi kendala, antara lain, lokasi yang cukup luas berdampak pada peningkatan biaya, program dan budaya masing masing BPR cukup berbeda dan skema yang disesuaikan ternyata sulit diaplikasikan.
Hasil diskusi dengan direksi dan komisaris BPR yang sudah melakukan merger, memberikan masukan kepada regulator bahwa perlu adanya analisis kelayakan berbagai skema pada saat mengajukan merger ke regulator, sehingga pada saat disetujui merger, BPR yang melakukan merger sudah mempunyai pedoman yang jelas. Bagi BPR yang mau melakukan merger, perlu melakukan analisis kelayakan secara mendalam dengan metode penilaian selain opsi merger, yang bertujuan untuk memastikan strategi merger memang merupakan opsi yang paling efektiv dan efisien dengan mempertimbangkan berbagai hambatan dan kelemahan yang muncul adanya merger pada saat pelaksanaan. Dan yang terpenting pada saat pengajuan merger sudah dipastikan struktur direksi dan kommisaris serta Rencana Bisnis bank yang sudah dinilai kelayakannya oleh pihak independent. Merger yang dinilai secara mendalam aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan secara rasional dan dengan metode yang sistematis, akan bisa meningkatkan efektivitas strategi merger, khususnya dalam mengahdapi pelaksanaan Undang Undang Pengembangan dan pengausatan jasa keuangan tahun 2023. [Red. Sufitri]
