Defisit Keuangan Negara
Rezim defisit fiskal merupakan suatu paradigma pengelolaan keuangan negara yang berorientasi defisit, terutama mindset pada tahapan penetapan anggaran. Defisit fiskal yang dijalani oleh suatu negara tidak hanya suatu fenomena teknis akuntansi bahwa pengeluaran (belanja) lebih besar dari penerimaan (pendapatan). Akan tetapi merupakan pilihan bagaimana paradigma keuangan negara dikelola. Rezim defisit fiskal dipilih karena negara berkeinginan untuk menjalankan perekonomian secara progresif. Kondisi ini juga dikenal dengan kebijakan fiskal ekspansif yaitu suatu kondisi negara mengakselarasi pembangunan dan mendorong perekonomian agar tetap tumbuh. Konsekuensi dari kebijakan fiskal ekspansif adalah defisit anggaran sehingga perlu dilakukan pembiayaan melalui utang yang berorientasi untuk belanja produktif

Ada tiga alasan utama pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif yaitu sebagai alat untuk mesntabilkan perekonomian, sebagai countercyclical saat perekonomian mengalami perlambatan, dan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Pemahaman mengapa pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif atau rezim defisit fiskal merupakan fondasi untuk memberikan pemahaman kenapa pemerintah terus berhutang dan bagaimana tujuan serta pengelolaannya. Pengelolaan keuangan yang tepat akan mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjuta (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) terutama SDGs 8, 9 dan 13.
Faiz (2023) menjelaskan bahwa diskusi tentang defisit fiskal telah banyak berkurang sejak ekonom menganggap hal itu sebagai kondisi yang telah diterima umum. Defisit fiskal merupakan fenomena ekonomi umum sebagai bagian upaya pencapaian target ekonomi makro dan kebijakan pemerintah. Orientasi pertumbuhan ekonomi telah membuat diskusi tersebut seolah dilupakan (bury the hatchet) dan beralih pada isu tingkat ideal utang terhadap pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya.
Baitul Mal sebagai Pengelola Keuangan Negara dalam Islam
Dalam Islam, harta seluruhnya adalah milik Allah SWT. Manusia hanya diberikan kewenangan untuk pemanfaatan sesuai dengan ketentuan syariat. Perekonomian dibangun berdasarkan pondasi keadilan yaitu adanya pembagian kepemilikan menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Negara memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya ekonomi untuk tujuan pemerataan dan kesejahteraan.
Negara diberikan hak untuk mengelola kepemilikan umum dalam bentuk dan cara yang optimal agar dapat menyejahterakan rakyat seluruhnya. Dengan demikian, porsi harta atau aset yang dikelola sangatlah besar. Penglelolaan sumber daya ini nantinya akan menjadi tanggung jawab Baitul Mal.Baitul Mal adalah institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya (Al Amwal, Abdul Qadim Zalum). Keberadaan baitul mal dalam Islam didasarkan pada QS Al Anfal ayat 1 berikut ini
يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْأَنفَالِ ۖ قُلِ ٱلْأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَأَصْلِحُوا۟ ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman“ (QS Al Anfal:1)
Rezim Fiskal dalam Islam
Bagaimana baitul mal mengelola anggaran yang diamanahkan kepadanya? Dalam Islam, rezim fiskal yang diadopsi adalah zero-based budgeting yaitu paradigma pengelolaan keuangan yang mendasarkan besaran belanja sesuai besaran penerimaan yang didapatkan. Anggaran ini juga dikenal dengan istilah balance budgeting, jumlah belanja sama dengan penerimaan.
Dasar dari adopsi balance budgeting adalah hadis dari Nabi Muhammad SAW berikut ini
Handhalah bin Shaifiy, penulis Rasul, meriwayatkan bahwa Rasul pernah bersabda: Tetapkanlah dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya. Hal ini beliau ucapkan tiga kali. Handhalah berkata, Suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku selama tiga hari, lalu aku laporkan kepada Rasulullah (keadaan tersebut). Rasulullah sendiri tidak tidur, sementara di sisi beliau tidak ada apapun’.
Dari hasdis tersebut tampak bahwa pengelolaan keuangan negara oleh Rasulullah SAW mengadopsi sistem penganggaran berimbang (zero-based budgeting). Bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam. Dalam kondisi jumlah kaum muslim tidak banyak dan luasan wilayah yang terbatas, Rasulullah SAW selalu membagikan kekayaan negara saat itu juga sehingga tidak tersisa harta. Kondisi ini menunjukkan bahwa apa yang diterima oleh Rasul tidak pernah disisakan (balance budget). Terlebih beliau tidak berorientasi untuk berhutang demi mengejar belanja yang lebih banyak dari penerimaan (deficit budget).
Selain itu terdapat atsar dari Hasan bin Muhammad menyatakan, “Bahwasanya Rasulullah saw tidak pernah menyimpan harta, baik siang maupun malam.” (Zalloom, 1999)
Sumber:
Faiz, I.A. (2024). Critical perspective on public deficits: contrasting conventional and Islamic views. Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 15, No. 8, pp. 1315-1337.
Zalloom, A. Q. (1999). The Funds in the Khilafah State. Al Khilafah Publications