YOGYAKARTA ā Sebuah studi baru dari peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti dampak signifikan dan kompleks dari dua pilar ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni sektor pariwisata dan pendidikan, terhadap harga properti di wilayah tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa aktivitas di kedua sektor tersebut memiliki hubungan jangka panjang yang kuat dengan harga rumah dan nilai real estate, menghadirkan tantangan serius bagi inflasi dan keterjangkauan perumahan.
Penelitian yang menganalisis data kuartalan dari 2010 hingga 2023 ini mengungkap temuan penting. Dalam jangka panjang, jumlah universitas terbukti memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap Indeks Harga Properti Rumah (IHPR). Sederhananya, semakin banyak kampus berdiri, harga rumah di sekitarnya cenderung semakin tinggi , didorong oleh permintaan dari mahasiswa dan staf akademik.
Status Yogyakarta sebagai “pusat akademik” (academic hub) telah mendorong percepatan pertumbuhan perkotaan. Namun, hal ini juga berdampak pada konversi lahan pertanian menjadi zona perumahan , yang menimbulkan kekhawatiran terhadap ketahanan pangan dan layanan ekosistem.
Di sisi lain, sektor pariwisata menunjukkan dinamika yang lebih kompleks. Studi ini menemukan bahwa dalam jangka panjang, jumlah wisatawan dan hotel justru memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan deflator PDB sektor real estate. Para peneliti mencatat bahwa meski aktivitas pariwisata dapat mendorong harga, tekanan ekonomi dari sektor ini juga dapat berdampak negatif pada keterjangkauan perumahan.
Para penelitiāBagaskara, Yudistira Hendra Permana, Rosario Guntur Harimawan, dan Anisa Nurpita ājuga mencatat bahwa di tingkat nasional, harga rumah seringkali tumbuh lebih cepat daripada harga real estate komersial, membuat generasi muda sulit membeli rumah.
Meskipun dampaknya kuat dalam jangka panjang, studi yang menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) ini tidak menemukan pengaruh signifikan dari pariwisata dan pendidikan terhadap harga properti dalam jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa dampaknya bersifat struktural dan membutuhkan perencanaan jangka panjang untuk mengatasinya.
Keterkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Temuan dalam jurnal ini bersinggungan langsung dengan beberapa target utama Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam konteks pembangunan perkotaan:
- SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan
- Target 11.1 (Perumahan Terjangkau): Jurnal ini secara eksplisit menyoroti tantangan keterjangkauan (affordability) perumahan yang dipengaruhi oleh kenaikan harga. Kesenjangan ini menjadi penghalang bagi generasi muda untuk memiliki rumah, yang bertentangan dengan target SDG untuk memastikan akses terhadap perumahan yang layak dan terjangkau bagi semua.
- Target 11.3 (Urbanisasi Berkelanjutan): Penelitian menyebutkan adanya “percepatan pertumbuhan perkotaan” dan “konversi lahan pertanian secara ekstensif”. Ini menunjukkan adanya tantangan dalam mencapai urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi (dari pendidikan dan pariwisata) harus diimbangi dengan perlindungan lahan dan tata ruang yang baik.
- SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
- Target 8.9 (Pariwisata Berkelanjutan): Yogyakarta sangat bergantung pada pariwisata sebagai motor ekonomi. Studi ini memberikan data penting bagi perumusan kebijakan pariwisata berkelanjutan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan pariwisata yang tidak terkelola dapat memiliki efek samping negatif pada pasar perumahan lokal, sehingga mendesak perlunya kebijakan yang menyeimbangkan manfaat ekonomi dengan kesejahteraan sosial penduduk.
- SDG 4: Pendidikan Berkualitas
- Status DIY sebagai “pusat akademik” adalah pencapaian dalam hal SDG 4. Namun, penelitian ini menunjukkan adanya ‘biaya’ sosial dari kesuksesan tersebut. Konsentrasi universitas secara langsung menaikkan harga perumahan, menciptakan dilema kebijakan di mana pencapaian satu SDG (Pendidikan) dapat mempersulit pencapaian SDG lainnya (Perumahan Terjangkau).
