Perkembangan layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi salah satu perubahan penting dalam sistem keuangan Indonesia. Salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan paling pesat adalah pinjaman digital atau peer-to-peer (P2P) lending, di mana individu atau pelaku usaha dapat memperoleh pembiayaan melalui platform digital tanpa harus melalui proses perbankan konvensional. Pertumbuhan ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap ketimpangan pendapatan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Sebuah penelitian yang menggunakan data dari 34 provinsi di Indonesia selama periode 2019 hingga 2023 memberikan gambaran mengenai hal tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa peningkatan aktivitas pinjaman digital berkaitan dengan penurunan tingkat ketimpangan pendapatan pada tingkat provinsi. Ketimpangan pendapatan diukur menggunakan indeks Gini, dan hasil analisis menunjukkan bahwa ketika volume pinjaman fintech meningkat, nilai indeks Gini cenderung menurun. Dengan kata lain, layanan pinjaman digital berkontribusi pada penurunan disparitas ekonomi antara kelompok pendapatan tinggi dan rendah.
Penjelasan utama dari temuan ini berkaitan dengan akses ke layanan keuangan. Di sejumlah wilayah, terutama di luar pusat ekonomi, akses masyarakat terhadap kredit formal masih terbatas karena syarat administrasi dan jaminan yang tidak mudah dipenuhi. Fintech hadir dengan prosedur yang lebih sederhana dan berbasis teknologi, sehingga masyarakat yang sebelumnya tidak tersentuh layanan perbankan dapat memperoleh pembiayaan. Akses modal tersebut memungkinkan pelaku usaha kecil untuk meningkatkan kapasitas usaha dan pendapatan, yang kemudian memberikan dampak pada perbaikan distribusi pendapatan di tingkat regional.
Penelitian ini juga menemukan bahwa efek penurunan ketimpangan pendapatan dari fintech lebih jelas terlihat di daerah dengan tingkat pembangunan manusia (IPM) yang lebih rendah dan infrastruktur digital yang kurang berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat fintech lebih besar di wilayah yang selama ini menghadapi hambatan struktural dalam akses pembiayaan. Di daerah di mana sistem keuangan formal masih terbatas, penambahan opsi pembiayaan melalui fintech memiliki dampak ekonomi yang lebih signifikan dibandingkan wilayah yang akses keuangannya sudah relatif maju.
Temuan ini memiliki relevansi dengan agenda pembangunan berkelanjutan, khususnya Sustainable Development Goal (SDG) 10 yang menekankan pentingnya pengurangan kesenjangan. Akses ke layanan keuangan merupakan komponen kunci dalam meningkatkan partisipasi ekonomi masyarakat dan memperluas peluang usaha. Dengan memperluas akses pembiayaan, fintech berpotensi mendukung upaya pembangunan yang lebih inklusif, terutama bagi kelompok yang selama ini berada di luar jangkauan layanan perbankan tradisional.
Meski demikian, penelitian ini juga menekankan bahwa perkembangan fintech perlu diikuti dengan literasi keuangan dan pengawasan yang memadai. Tanpa kedua aspek tersebut, kemudahan akses kredit dapat menimbulkan risiko seperti beban utang berlebih atau praktik penagihan yang merugikan konsumen. Oleh karena itu, pemanfaatan fintech sebagai instrumen pemerataan ekonomi memerlukan kerangka kebijakan yang seimbang antara inovasi dan perlindungan.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa fintech memiliki potensi untuk berperan dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di Indonesia, terutama melalui perluasan akses pembiayaan di wilayah yang selama ini kurang terlayani oleh sistem keuangan formal. Dengan dukungan kebijakan dan tata kelola yang tepat, perkembangan fintech dapat menjadi bagian dari upaya yang lebih luas dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. [Red. Satriyo]
