Oleh: Dina Natasari
(SDG 3, SDG 4, SDG 6, SDG 9, SDG 17)
Pajak merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pendapatan Pajak digunakan pemerintah untuk mendanai program dan proyek pembangunan yang menjadi tanggung jawab pemerintah guna memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 3, 4, 6, 9, dan 17. Dana dari pajak dapat digunakan untuk pembangunan dan perbaikan fasilitas sekolah, pemberian beasiswa, dan peningkatan kualitas guru untuk mewujudkan SDGs 4. Pembangunan puskesmas, pelayanan kesehatan gratis serta pendanaan program pencegahan penyakit sebagai upaya mendukung SDGs 3. Upaya pemerintah untuk menyediakan dan mengelola air bersih serta memudahkan akses terhadap sanitasi dan kebersihan untuk mewujudkan SDGs 6. Terkait dengan SDGs 9, pemerintah memberikan fasilitas untuk membangun infrastruktur yang tangguh, mendorong industrialisasi dan inovasi. Hal ini juga didukung dengan upaya fasilitasi penguatan dan revitalisasi kemitraan global dengan pengembangan kolaborasi semua pihak. Untuk mewujudkan ketercapaian semua tujuan SDGs, pemerintah membutuhkan dana operasional. Dana tersebut diperoleh dari pendapatan, salah satunya dari pajak.
Pendapatan merupakan aliran masuk bruto manfaat ekonomi masa depan atau potensi jasa yang diterima atau yang akan diterima oleh entitas, yang menggambarkan adanya kenaikan aset bersih/ekuitas. Pendapatan pemerintah secara umum berasal dari penyerahan barang dan/jasa dan berasal dari transaksi nonpertukaran seperti perpajakan dan transfer. Pendapatan dari transaksi nonpertukaran merupakan pendapatan yang diterima oleh pemerintah namun pemerintah tidak menyediakan atau memberikan imbalan secara langsung atas sumber daya yang diterima tersebut. Termasuk dalam transaksi nonpertukaran ini yaitu entitas pemerintah yang menerima pendapatan dengan memberikan imbalan secara langsung kepada penerima manfaat, namun nilai imbalan tersebut tidak sebanding dengan nilai sumber daya yang diterima oleh entitas.
Menteri Keuangan telah menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Non Pertukaran melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122 Tahun 2024 pada Desember 2024. Standar ini merupakan adaptasi dari International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) 23 Revenue from Non – Exchange Transactions (Taxes and Transfer). Penetapan standar ini merupakan upaya pemerintah untuk melengkapi standar yang berlaku di Indonesia agar gap antara standar yang berlaku di Indonesia dengan IPSAS menjadi semakin mengecil.
PSAP Nomor 18 Pendapatan dari Transaksi Nonpertukaran merupakan standar yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan pendapatan dari transaksi nonpertukaran dalam pelaporan keuangan pemerintah. analisis aliran masuk sumber daya dari transaksi nonpertukaran dimulai dengan menentukan apakah aliran sumber daya berdampak pada munculnya akun yang yang memenuhi definisi sebagai aset serta memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila transaksi yang terjadi termasuk dalam transaksi nonpertukaran maka harus dipastikan apakah entitas telah memenuhi semua kewajiban kini yang berhubungan dengan aliran SD tersebut. Jika memang kewajiban telah dilaksanakan, maka entitas dapat mengakui sebagai aset dan pendapatan. Sebaliknya, apabila entitas belum memenuhi kewajiban kini, maka entitas harus mengakui adanya aliran masuk SD tersebut sebagai aset dan kewajiban (pendapatan ditangguhkan). Pengakuan pendapatan pajak harus memperhatikan kapan peristiwa kena pajak terjadi. Hal inilah yang menentukan apakah atas aliran SD yang masuk tersebut diakui sebagai pendapatan atau kewajiban (pajak ditangguhkan atau penerimaan dimuka) (Kemenkeu, 2024).
Implementasi PSAP No 18 pada Pendapatan Pajak diharapkan mampu memberikan gambaran kinerja dan pengendalian sumber daya yang lebih tepat. Penerapan standar akan meningkatkan transparansi, komparabilitas, serta akuntabilitas. Terkait pendapatan pajak, penerapan PSAP No 18 diharapkan dapat memberikan ketepatan waktu pengakuan pendapatan. Dengan demikian, sumber daya yang diterima dari wajib pajak dapat dibedakan antara yang telah memenuhi persyaratan diakui sebagai pendapatan pajak atau pendapatan ditangguhkan. Pelaporan yang tepat akan mendukung tercapainya kelembagaan yang efektif dan akuntabel sebagaimana dinyatakan dalam SDGs 18 Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang tangguh. [Red. Dina]
