Pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peran sentral dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selama 15 tahun terakhir (2010–2024), kontribusinya rata-rata mencapai 55,3 persen, jauh melampaui kontribusi investasi yang sebesar 31,43 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa dinamika konsumsi rumah tangga sangat memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

Pola Belanja: Makanan vs. Bukan Makanan
Secara umum, pengeluaran terbagi dua: makanan dan bukan makanan. Hukum Engel, sebuah prinsip ekonomi klasik, menjelaskan bahwa seiring dengan peningkatan pendapatan, persentase pengeluaran untuk makanan cenderung berkurang, sementara porsi untuk kebutuhan lain seperti perumahan, pendidikan, atau transportasi akan meningkat. Ini berarti, semakin kecil porsi anggaran untuk makanan, semakin sejahtera sebuah rumah tangga.
Data dari tahun 2010–2024 menunjukkan perbedaan mencolok antara perkotaan dan perdesaan. Rumah tangga di perdesaan rata-rata mengalokasikan 57,3 persen dari pengeluarannya untuk makanan, jauh lebih tinggi dibandingkan perkotaan (Gambar 2). Angka ini tak hanya mengindikasikan tingkat kesejahteraan yang relatif lebih rendah di perdesaan, tetapi juga menyoroti keterbatasan akses mereka terhadap berbagai barang dan jasa non-makanan.

Pergeseran Prioritas: Tanda-tanda Kemakmuran?
Tren konsumsi masyarakat Indonesia selama periode 2010–2024 menunjukkan peningkatan. Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan mencapai Rp 1.044.181,733. Detailnya, Rp 517.659,6715 dialokasikan untuk makanan, sementara Rp 526.522,0614 untuk bukan makanan (Gambar 3).
Peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen selama dua dekade terakhir telah meningkatkan pendapatan masyarakat. Alhasil, kita melihat masyarakat mulai mengalihkan sebagian pengeluaran mereka ke sektor bukan makanan. Namun, fakta bahwa proporsi pengeluaran untuk makanan masih relatif tinggi mengisyaratkan bahwa banyak rumah tangga masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.

Urgensi Memahami Pola Konsumsi untuk Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG)
Memahami pola konsumsi rumah tangga adalah instrumen vital bagi pembuat kebijakan untuk merumuskan strategi pembangunan yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan inklusivitas, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan pada akhirnya, mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) di Indonesia.
Perbedaan pola konsumsi antara perkotaan dan perdesaan, di mana rumah tangga perdesaan lebih banyak mengonsumsi makanan, menyoroti ketimpangan ekonomi dan akses. Memahami pola ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk merancang program yang lebih inklusif untuk mengurangi ketimpangan regional dan sosial. Ini terkait dengan SDG 10: Mengurangi Ketimpangan.
Peningkatan pengeluaran secara keseluruhan dan pergeseran ke barang bukan makanan mengindikasikan relevansi dengan SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Penting untuk memastikan bahwa peningkatan konsumsi diiringi dengan praktik produksi yang bertanggung jawab dan pilihan konsumsi yang berkelanjutan, untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan. [Red. Laksmi]