Prof.Mudrajad Kuncoro , salah satu Dosen dan Guru Besar di Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM memberikan kontribusinya kembali dengan membuat artikel yang berjudul “BI-Rate dan Strategi Pro-Poor Growth” di laman website Info Bank https://infobanknews.com/bi-rate-dan-strategi-pro-poor-growth/
Ringkasan yang dapat diambil dari artikel tersebut antara lain :
1. Kebijakan BI‑Rate
-
Pada tanggal 15 Juli 2025, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan BI‑Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%, dengan latar inflasi relatif terkendali dan stabilitas rupiah terjaga
-
Penurunan ini bertujuan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui transmisi kebijakan moneter yang menurunkan biaya kredit, sehingga konsumen dan pelaku usaha terdorong meningkatkan konsumsi dan investasi.
2. Pro‑Poor Growth: Inklusivitas Ekonomi
-
Konsep “pro‑poor growth” menekankan bahwa keuntungan ekonomi harus dapat dirasakan oleh masyarakat miskin secara signifikan. Pertumbuhan disebut pro‑poor ketika pendapatan kelompok miskin tumbuh lebih cepat daripada kelompok kaya atau setidaknya menurunkan kemiskinan secara absolut .
-
Meskipun Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan sejak 2000–2024, ketimpangan tetap tinggi (Gini ratio stagnan ~0,39), dan tenaga kerja miskin banyak berada di sektor informal tanpa perlindungan sosial.
-
Tren hubungan ketimpangan dan PDB per kapita justru berbentuk huruf U, yang berarti setelah krisis 1998, semakin tinggi pendapatan per kapita, ketimpangan juga semakin meningkat.
3. Sinergi dengan Kebijakan Fiskal dan Sosial
-
Penurunan BI‑Rate saja tidak cukup. Artikel menekankan pentingnya reformasi kebijakan fiskal dan sektoral yang lebih ekspansif serta tepat sasaran, seperti:
-
Program Koperasi Merah Putih (KMP) yang memperkuat ekonomi rakyat dan UMKM, telah melibatkan lebih dari 80.000 koperasi, mampu menyerap hingga 2 juta tenaga kerja, serta mendorong konsumsi dan permodalan murah di tingkat lokal.
-
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang alokasinya mencapai Rp71 triliun pada 2025, menghasilkan lapangan kerja bagi ±1,2 juta orang serta mendorong permintaan pangan lokal. Namun, muncul beberapa dampak negatif seperti penghasilan kantin sekolah menurun signifikan, keterlibatan UMKM lokal yang masih minim, menu monoton, serta potensi pemborosan dan kurangnya transparansi digital real-time.
-
4. Tantangan & Prospek
-
Walaupun Presiden Prabowo optimis pertumbuhan ekonomi bisa mendekati 7% pada akhir tahun (disampaikan pada SPIEF, 20 Juni 2025), lembaga seperti IMF dan World Bank memproyeksikan pertumbuhan RI tahun 2025 di kisaran 4,6%–5,4% tergantung kondisi global.
-
Tanpa kolaborasi erat antara kebijakan moneter (BI‑Rate), fiskal, dan program inklusif semacam KMP dan MBG, target pertumbuhan tinggi dan inklusif sulit dicapai (Red. Nur C.G.)