Yogyakarta, Oktober 2025 ,Dua peneliti dari Departemen Ekonomika dan Bisnis, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Kun Haribowo dan Yuni Andari, memberikan masukan reformasi pajak kendaraan bermotor melalui penerapan Pajak Pigouvian. Kebijakan ini dinilai mampu meningkatkan penerimaan negara hingga Rp 30 triliun per tahun serta menekan emisi karbon sekitar 5 juta ton COâ‚‚ per tahun. Usulan tersebut sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), SDG 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan), dan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim)
Dari Pajak Barang Mewah ke Pajak Berbasis Polusi
Dalam studi mereka berjudul The Imposition of a Pigouvian Tax on Vehicles as an Alternative to Increase Tax Revenue in Indonesia, Kun dan Yuni menjelaskan bahwa sistem Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) saat ini hanya menjangkau sekitar 15 persen kendaraan berstatus mewah. Padahal, sebagian besar kendaraan lain yang memiliki tingkat emisi tinggi belum dikenai pajak serupa. Kedua peneliti mengusulkan agar Pajak Pigouvian menggantikan PPnBM dengan tarif antara 3 sampai 5 persen berdasarkan tingkat emisi COâ‚‚.
“Paradigmanya bergeser dari memajaki kemewahan menjadi memajaki polusi,” ujar Kun. Reformasi ini diharapkan dapat memperluas basis pajak, meningkatkan keadilan fiskal, serta memperkuat agenda pembangunan rendah karbon
Pasar Kendaraan Tetap Stabil
Melalui analisis ekonometrik menggunakan model data panel dari 10 provinsi pada periode 2015 sampai 2023, Kun dan Yuni menemukan bahwa elastisitas harga permintaan kendaraan baru sebesar –0,553. Artinya, setiap kenaikan harga sebesar 1 persen hanya menurunkan penjualan sekitar 0,55 persen. Dengan demikian, penerapan pajak sebesar 3 sampai 5 persen tidak akan mengganggu stabilitas industri otomotif di Indonesia.
Selain itu, elastisitas pendapatan sebesar 0,497 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan permintaan kendaraan. “Kondisi ini ideal untuk penerapan pajak yang berorientasi lingkungan tanpa menurunkan kinerja pasar,” jelas Andari
Manfaat Lingkungan dan Transisi Energi
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa penerapan pajak 5 persen dapat mengurangi emisi hingga 4,65 juta ton CO₂ per tahun, dengan nilai manfaat ekonomi sekitar Rp 2,8 sampai 3 triliun. Jika dikombinasikan dengan insentif kendaraan listrik (EV) yang hanya dikenai tarif 0 sampai 1 persen, maka potensi total penurunan emisi dapat mencapai 5,5 juta ton CO₂ per tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pajak Pigouvian tidak hanya berfungsi sebagai instrumen fiskal, tetapi juga sebagai kebijakan ganda yang memberikan manfaat ekonomi dan ekologis secara bersamaan. Total nilai ekonomi dari gabungan penerimaan fiskal dan manfaat lingkungan diperkirakan mencapai Rp 20 sampai 33 triliun per tahun. Dengan memadukan keadilan fiskal dan tanggung jawab lingkungan, Indonesia dapat memperluas ruang fiskal tanpa membebani masyarakat, sambil mempercepat transisi menuju energi bersih,” tutup Kun. [Red. Kun]
