Beberapa tahun terakhir, kafe sudah menjadi ārumah keduaā bagi para remaja dan kalangan Gen Z. Dari pagi hingga pagi lagi, banyak dari mereka melakukan aktivitas seperti mengerjakan tugas, rapat, atau hanya sekedar nongki cantik saja. Disetiap sudut wilayah DIY sudah puluhan hingga ratusan kafe yang berdiri dengan konsep menariknya masing-masing. Menurut data Komunitas Kopi Indonesia, kedai kopi di wilayah DIY tersebar luas dengan jumlah sekitar 3.000 kedai. (Rijal, 2024) Kawasan seperti Condongcatur dan Caturtunggal menjadi pusat persebaran kafe yang cukup banyak. Mengingat daerah tersebut dipenuhi dengan mahasiswa dan pekerja muda. Maka dariĀ itu, tren āngopiā dan ājajanā di kalangan Gen Z telah merubah Yogyakarta menjadi surganya para pecinta kuliner.
Dibalik keseruan aktivitas para Gen Z di kafe favorit mereka, ternyata ada kontribusi nyata mereka terhadap daerah. Hal ini dikarenakan setiap gelas latte, americano, atau snack favorit mu sudah otomatis dikenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tarif pajak ini sebesar 10% dari total pesanan dan itu sudah otomatis termasuk dalam tagihan para konsumen. Pajak inilah yang kemudian masuk sebagai salah satu sumber pemasukan daerah. Menariknya, kebiasaan āngopi sambil kerja tugasā atau ānongki soreā ternyata punya dampak ekonomi yang jauh lebih besar dari sekadar memenuhi kebutuhan gaya hidup.
Nah, mari kita bahas seberapa besar sebenarnya kontribusi budaya ngopi ini terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sleman. Ternyata angkanya tidak main-main. Pada tahun 2024, penerimaan PBJT Makanan dan Minuman di Sleman mencapai Rp183,61 miliar, menjadikannya salah satu penyumbang pajak terbesar di daerah tersebut. Bahkan, dari sektor jasa pariwisata, pajak restoran menyumbang Rp139,7 miliar atau sekitar 49,24 persen dari total penerimaan pajak pariwisata. Dengan kata lain, kafe dan kedai kopi yang tampak sederhana itu diam-diam punya peran penting dalam menggerakkan roda keuangan daerah.
Melihat besarnya angka tersebut, penting bagi kita untuk memahami bahwa tren nongkrong dan konsumsi kopi bukan hanya fenomena sosial, tetapi juga menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang semakin strategis. Dengan ribuan kafe yang tersebar di DIY dan ratusan di antaranya berada di Sleman terutama di kawasan padat mahasiswa seperti Caturtunggal dan Condong Catur, aktivitas ekonomi yang tercipta dari tiap transaksi kopi dan makanan ringan memberikan efek domino pada penerimaan pajak. Artinya, semakin ramai kafe dikunjungi, semakin besar pula potensi pajak yang masuk ke PAD. Inilah mengapa Pemerintah Kabupaten Sleman menetapkan target PBJT Makanan dan Minuman hingga Rp202,1 miliar pada tahun 2025, yang menunjukkan bahwa sektor kuliner, khususnya kafe dan kedai kopi, dipandang sebagai tulang punggung baru dalam memperkuat pendapatan daerah.
Kalau mau memahami lebih jauh kenapa ngopi bisa berpengaruh besar bagi keuangan daerah, kita perlu bedah dulu apa sebenarnya pajak makanan dan minuman itu. Secara sederhana, PBJT Makanan dan Minuman adalah pungutan yang dikenakan atas penjualan makananĀ dan minuman di kafe, restoran, kedai kopi, warung makan, hingga gerai minuman cepat saji. Di Sleman, tarifnya ditetapkan sebesar 10%,Ā dan beban pajak ini ditanggung oleh konsumen setiap kali melakukan transaksi. Artinya, setiap latte, matcha, sampai roti croissant yang kamu beli otomatis menyumbang dana untuk pemerintah daerah. Para pelaku usaha hanya bertugas memungut dan menyetorkannya ke Pemda, bukan menyimpan sebagai pendapatan tambahan mereka.
Lalu semua penerimaan dari PBJT Makanan dan Minuman akan masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu sumber dana yang dipakai Pemkab Sleman untuk membiayai berbagai kebutuhan publik. Mulai dari pembangunan dan perbaikan jalan, peningkatan fasilitas umum, hingga layanan masyarakat seperti kesehatan dan kebersihan lingkungan. Mekanismenya memang sederhana, kamu beli minum, kafe memungut pajak, pemerintah menerima pemasukan, dan uang itu kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan dan pembangunan. Inilah alasan kenapa konsumsi kopi yang kelihatannya sepele ternyata punya kontribusi ekonomi bagi daerah.
Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman, memegang predikat unik sebagai rumah bagi ratusan ribu pendatang muda. Data dari Bapperida Jogja mencatat angka yang fantastis. Terdapat 597.038 mahasiswa aktif pada tahun 2025 yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di DIY. Menariknya, konsentrasi terbesar populasi ini tidak berada di pusat Kota Yogyakarta, melainkan di Kabupaten Sleman. Keberadaan kampus-kampus raksasa seperti UGM, UNY, UPN Veteran, UII, hingga Amikom di kawasan Depok, Mlati, dan Ngaglik menciptakan sebuah ekosistem pasar yang masif.
Berdasarkan Survei Biaya Hidup Mahasiswa (SBHM) 2024 yang dirilis Bank Indonesia DIY dan UPN Veteran, rata-rata mahasiswa di Yogyakarta kini menghabiskan Rp2,96 juta per bulan. Fakta yang paling mengejutkan adalah pergeseran alokasi uang saku mereka. Sebanyak 23% pengeluaran habis untuk gaya hidup (termasuk nongkrong dan kopi), angka ini bahkan sedikit melampaui biaya sewa kos/pondokan yang hanya 22%.
Artinya, bagi Gen Z di Sleman, kopi bukan lagi sekadar jajanan sampingan, melainkan kebutuhan pokok setara tempat tinggal. Jika setiap mahasiswa menyisihkan minimal Rp150.000 saja per bulan untuk kafe, kalikan dengan ratusan ribu mahasiswa, maka ada miliaran rupiah uang yang berputar di industri ini setiap bulannya, dan 10% di antaranya adalah hak daerah.
Lantas, bagaimana sih upaya pemerintah dalam optimalisasi pajak makanan dan minuman di Kabupaten Sleman. Pemerintah menempuh langkah modernisasi melalui dua senjata utama, yaitu dengan website SIMPAD Sleman dan pemasangan tapping box. Langkah pertama berfokus pada kemudahan administrasi melalui website SIMPAD Sleman. Platform ini dibuat untuk memudahkan para pelaku usaha kafe dalam membayar dan melaporkan pajaknya secara online tanpa harus antre manual (Nurwanto, 2023). Namun, kemudahan pelaporan saja tidak cukup, diperlukan juga pengawasan yang ketat. Disinilah peran tapping box masuk.
Alat perekam transaksi ini dipasang pada mesin kasir untuk memantau penjualan secara real-time. Dengan begitu, pemerintah bisa melihat data penerimaan pajak yang lebih akurat dan transparan (Fatahuda, 2025). Harapannya, alat ini dapat memastikan bahwa besaran pajak yang disetor benar-benar sesuai dengan omzet yang didapatkan alias anti-manipulasi. Integrasi antara kemudahan pelaporan via SIMPAD dan pengawasan via tapping box menjadikan sistem perpajakan jauh lebih efisien. Strategi ini terbukti ampuh meningkatkan penerimaan pajak makanan dan minuman dalam beberapa tahun terakhir. Dengan demikian, aktivitas nongkrong di kafe tidak lagi sekadar gaya hidup belaka, melainkan turut berkontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Pajak yang “dititipkan” pada segelas kopi Anda akan bermuara pada peningkatan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat luas.”
Dapat disimpulkan bahwa budaya nongkrong di kafe telah berkembang menjadi trend sekaligus menjadi sumber penting dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sleman. Setiap transaksi makanan dan minuman akan dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas makanan dan minuman sebesar 10%, sehingga konsumsi atas kopi dan makanan ringan tersebut dapat berkontribusi dalam peningkatan kas daerah. Selain itu, dengan tingginya angka mahasiswa di Kabupaten Sleman ini juga mengakibatkan perputaran uang yang tinggi pada sektor ini hingga mencapai miliaran rupiah per bulannya. Tentunya, apabila omzet yang diterima setiap kafe semakin naik, maka kontribusi terhadap pajak juga akan semakin tinggi. Optimalisasi yang dilakukan pemerintah melalui pemasangan tapping box dan penggunaan website SIMPAD, membuat pemungutan pajak menjadi lebih efisien dan transparan. Dengan demikian, trend nongkrong di kafe tidak hanya menjadi gaya hidup belaka, melainkan juga berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur publik melalui pajak atas makanan dan minuman yang dibayarkan. [Red. Muhamad/Hilda]
Daftar Pustaka
Ā
Bapperida DIY. (n.d.). Jumlah Siswa/Mahasiswa. Dataku DIY. Retrieved November 30, 2025, from https://bapperida.jogjaprov.go.id/dataku/data_dasar/chart/3597
Fatahuda, Y. Z. A. (2025, January). Tapping Box: Inovasi Efektif untuk Mengoptimalkan Pajak Daerah. Pajak.COM. Retrieved November 30, 2025, from https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/tapping-box-inovasi-efektif-untuk-mengoptimalkan-pajak-daerah/
Janati, C. D. (2025, Januari 16). PAD Sleman 2024 tembus Rp1,1 triliun, pajak perhotelan dan BPHTB sumbang paling tinggi. Harian Jogja. https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2025/01/16/512/1201026/pad-sleman-2024-tembus-rp11-triliun-pajak-perhotelan-dan-bphtb-sumbang-paling-tinggi
Nurwanto, I. (2023, December 7). Simpad BKAD Sleman Permudah Pembayaran dan Pelaporan Pajak Retribusi Daerah. Radar Malioboro. Retrieved November 30, 2025, from https://radarmalioboro.jawapos.com/government-action/2223447952/simpad-bkad-sleman-permudah-pembayaran-dan-pelaporan-pajak-retribusi-daerah
Pandangan Jogja. (2025, August 27). Jogja Punya 3.500 Coffee Shop, Terbanyak di Indonesia. Kumparan. Retrieved November 28, 2025, from https://kumparan.com/pandangan-jogja/jogja-punya-3-500-coffee-shop-terbanyak-di-indonesia-25jkE6CT6QI?hl=id-ID
Pusat Studi Ekonomi Keuangan dan Industri Digital. (2024, May 14). Rapat koordinasi survey biaya hidup mahasiswa 2024 di KPw BI Yogyakarta. UPN “Veteran” Yogyakarta. Retrieved November 28, 2025, from https://psekuin.upnyk.ac.id/berita/rapat-koordinasi-survey-biaya-hidup-mahasiswa-2024-di-kpw-bi-yogyakarta
Radar Jogja. (2023, November 25). Pajak restoran dan hotel jadi penyumbang terbesar, untuk pendapatan asli daerah Sleman di sektor pariwisata. Radar Jogja. https://radarjogja.jawapos.com/jogja/653321971/pajak-restoran-dan-hotel-jadi-penyumbang-terbesar-untuk-pendapatan-asli-daerah-sleman-di-sektor-pariwisata
Rijal, S. A. (2024, January 17). Rekomendasi Lokasi Bisnis Kafe di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Berdasarkan Ulasan di Google Maps. MAPID. Retrieved 11 29, 2025, from https://mapid.co.id/blog/rekomendasi-lokasi-bisnis-kafe-di-kawasan-perkotaan-yogyakarta-berdasarkan-ulasan-di-google-maps
Sleman, P. (2023). Perda Kabupaten Sleman Nomor: 7 Tahun 2023. Retrieved from perpajakan.ddtc.co.id: https://perpajakan.ddtc.co.id/sumber-hukum/peraturan-daerah/perda-kabupaten-sleman-7-tahun-2023
Ā


