Yogyakarta (24/10/2024) Pembangunan infrastruktur yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia turut menimbulkan efek domino bagi sektor lingkungan dan pertanian. Pembangunan besar-besaran ini mengakibatkan adanya alih fungsi lahan. Salah satu alih fungsi yang terasa signifikan adalah perubahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman.
Dra. Ike Yuli Andjani, M.Si bersama mahasiswa D-IV Manajemen dan Penilaian Properti, mengungkapkan perbedaan signifikan dalam nilai tanah antara lahan pertanian dan permukiman di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran mengenai kenaikan nilai tanah di kawasan permukiman, tetapi juga menyoroti kenaikan nilai tanah yang dihasilkan dari konversi lahan pertanian ke lahan non-pertanian. Temuan ini sangat relevan dalam upaya mendukung pencapaian beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pelestarian lingkungan.
Nilai Tanah Pertanian Meningkat Pesat
Menurut penelitian Ike, “Lahan pertanian di Kecamatan Sanden mengalami peningkatan nilai yang signifikan, terutama di daerah yang dekat dengan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Kenaikan ini didorong oleh adanya pembangunan jalan sebagai aksesibilitas lintas provinsi dan perkembangan ekonomi,” ungkap Ike yang diwakili Ferdy dalam konferensi yang digelar pada Sabtu (19/10). Penelitian Ike secara langsung terkait dengan beberapa tujuan SDGs yang diusung oleh PBB. Salah satu yang paling relevan adalah SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), di mana alih fungsi lahan pertanian dapat memperburuk kemiskinan di kalangan petani kecil yang kehilangan sumber penghidupan. Di sisi lain, penjualan tanah dapat memberikan dorongan ekonomi sesaat, namun tidak memberikan dampak jangka panjang yang berkelanjutan bagi kesejahteraan petani. Selain itu, SDG 2 (Tanpa Kelaparan) juga menjadi perhatian utama, mengingat lahan pertanian yang semakin berkurang dapat menurunkan kapasitas produksi pangan nasional. Hal ini mengancam ketahanan pangan, terutama di tengah meningkatnya populasi dan permintaan pangan yang terus bertambah. Keterkaitan penelitian ini dengan SDG 11 (Kota dan Komunitas yang Berkelanjutan) juga penting, di mana pembangunan permukiman harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Pengalihan lahan yang tidak terkendali dapat merusak sistem alam dan mengurangi daya dukung lingkungan.
Penelitian ini memberikan wawasan yang sangat relevan dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan penilaian tanah. Konversi lahan pertanian ke permukiman dan kawasan industri harus dikelola dengan bijak agar tidak mengorbankan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip SDGs, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, sekaligus memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam proses ini. (Red. Ike Y.A.)