Konsekuensi peran BUMN sebagai agar dapat berkontribusi pada pembangunan dan perekonomian nasional, serta penerimaaan negara baik berupa pajak, deviden dan penerimaan negara bukan pajak lainnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi perusahaan BUMN kepada negara, maka perlu dikaji secara mendalam, karena pemandatan setiap BUMN tidak sama yang disebabkan karena tujuan penyediaan pelayanan public dan profit oriented. Untuk mendukung tujuan tersebut, maka pemerintah (APBN) , melakukan investasi dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN), yang termasuk kategori investasi permanen, yang berarti sejak awal sudah diputuskan untuk tidak diambil atau ditarik dari BUMN. PMN bertujuan untuk memperbaiki struktur modal, baik dalam bentuk restrukrisasi, bagi perusahaan BUMN yang membukukan rugi maupun karena proporsi hutang (modal asing jangka panjang) yang lebih besar dari modal sendiri (struktur modal tidak optimum sehingga perlu restrukrisasi modal).
Struktur modal yang tidak optimum, akan berdampak pada turunnya potensi laba yang disebabkan karena adanya risiko bisnis dan risiko finansial, sebagai akibat kebijakan pendanaan perusahaan. Investasi dalam bentuk memberikan suntikan dana berupa modal sendiri, akan membantu perusahaan BUMN, terutama BUMN yang mendapat mandat untuk pelayanan kepentingan public, maka dalam jangka waktu tertentu perusahaan bisa mengurangi beban tetap dan lebih berfokus untuk mengembangkan strategi perusahaan yang mampu meningkatkan pertumbuhan perusahaan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan modal dan efektivitas penggunaan dana (Keputusan investasi) yang optimum. Meskipun biaya dana modal asing lebih rendah dibandingkan dengan modal sendiri, tetapi pada saat kondisi perusahaan sudah mempunyai beban tetap yang tinggi, maka akan membebani laba usaha perusahaan sehingga tidak meningkatkan return on equity, sehingga penambahan modal sendiri menjadi alternatif yang tepat. Semakin tinggi return on equity, maka semakin efisien penggunaan modal sendiri dalam perusahaan, sekaligus akan meningkatkan kontribusi perusahaan kepada pemilik baik berupa deviden, pajak dan penerimaan negara bulan pajak.
Supaya efektivitas PMN kepada BUMN dapat dijamin atau ditingkatkan, maka perlu ditetapkan mekanisme menentukan besarnya PMN dan indicator pencapaian tujuan sesuai amanat atau mandat undang undang yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya mekanisme yang transparan dan akuntabel, maka penentuan jumlah dan kepada BUMN mana, akan diketahui dengan cermat, misalnya berdasarkan analisa kelayakan yang dapat dipertanggungjawabakan, sedangkan pencapaian tujuan sekaligus menjadi indicator untuk dapat sebagai pedoman dan alat untuk melakukan evaluasi dalam memastikan rencana atau target yang ditetapkan dapat tercapai atau tidak, dan jika tidak tercapai atau melampaui dapat diukur tingkat efisiensi dan efektivitasnya dalam pencapaian target juga menjadi dasar untuk perbaikan atau penyesuaian strategi ke depan, sehingga tujuan berfungsi sebagai acuan atau pedoman bagi semua stakeholder.
Target yang diamanatkan kepada BUMN penerima PMN dan indicator kinerja ditetapkan, maka komisaris perusahaan dapat memastikan eksekutif/manajemen mengembangkan strategi sehingga target tercapai dan kontribusi perusahaan kepada pemilik juga terealisasi sesuai dengan karakter BUMN dalam melaksanakan amanat undang undang. Bagi BUMN yang diberi penugasan untuk pelayanan public, maka analisis dampak non ekonomi menjadi pertimbangan yang bobotnya lebih besar , jika dibandingkan dengan aspek keuangan (penciptaan profit). Target kontribusi kepada negara dalam bentuk deviden, pajak dan penerimaan negara bukan pajak bukan menjadi tujuan utama, tetapi manfaat sosial dan stabilitas serta jaminan lancarnya distribusi dan pangan serta keamanan darat dan laut menjadi ukuran kinerja utama perusahaan. Sedang bagi BUMN yang berorientasi pada laba, maka ukuran kinerjanya, bisa menggunakan ppembanding perusahaan swasta (non pemerintah), yaitu sebesar opportunity cost jika PNM pada jumlah yang sama diberikan atau ditanamkan pada perushaan non BUMN. Khusus untuk BUMN yang sudah go public, maka pencapaian kinerja utama, khususnya dari PNM, dapat dibandingkan dengan tinggi rendahnya atau pencapaian return on equity perusahaan lain yang sejenis, sebagai biaya opportunity yang ditanggung dari PMN yang ditanamkan. Pemerintah berhak menuntut perusahaan penerima PNM untuk berkerja profesional seperti perusahaan non BUMN, yang mendapatkan suntikan dana dari pemilik. Pemilik akan mensyaratkan tingkat return yang tinggi sejalan dengan tingginya risiko yang ditanggung oleh pemilik. Jadi PMN masih diperlukan sampai dengan target yanag diamanatkan undang undang pada BUMN dapat dikur kinerja pencapaiannya dan mekanisme pemberian PMN didasarkan pada dasar yang jelas dan dilaksanakan dengan mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. (Sufitri dkk).