Sektor properti di Indonesia memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, namun juga menghadapi tantangan signifikan terkait praktik kecurangan atau fraud. Berbagai modus seperti manipulasi laporan keuangan, penyalahgunaan aset, dan korupsi masih sering terjadi dan memberi dampak negatif bagi perusahaan, investor, dan masyarakat. Kajian terbaru dari Tim Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2025 mengungkap bahwa keberagaman gender dalam manajemen dapat menjadi salah satu elemen kunci dalam upaya meminimalisir praktik fraud di sektor tersebut.
Manajemen yang dipimpin oleh perempuan memiliki kecenderungan untuk lebih berhati-hati dalam pengelolaan keuangan dibandingkan dengan manajemen pria yang cenderung lebih agresif dalam mengambil risiko. Hal ini tercermin dari berbagai studi yang menyimpulkan perempuan di posisi strategis mendorong praktik pelaporan keuangan yang lebih konservatif dan beretika. Fakta ini relevan mengingat mayoritas pelaku kasus fraud di bidang properti yang terungkap hingga tahun 2025 didominasi oleh laki-laki sehingga memunculkan pertanyaan tentang peran gender dalam menjaga integritas bisnis.
Model “fraud tree” dari Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) digunakan untuk menganalisis hubungan antara gender dan fraud. Model tersebut membagi fraud menjadi tiga tipe utama yaitu 1) Penyalahgunaan aset seperti penggelapan dana dan fasilitas Perusahaan; 2) Manipulasi laporan keuangan; dan 3) Korupsi yang melibatkan kolusi dan suap. Model “fraud hexagon” menambahkan enam faktor risiko yang mendasari fraud, termasuk tekanan finansial, kesempatan, rasionalisasi, kemampuan pelaku, sikap arogan, dan kolusi antara pihak-pihak dalam perusahaan. Selain itu, untuk memantau potensi fraud dalam laporan keuangan, penelitian tersebut menggunakan Beneish M-Score yaitu sebuah alat analisis berdasarkan delapan rasio keuangan yang dapat mendeteksi indikasi manipulasi. Data diambil dari laporan perusahaan properti terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2019 hingga 2023, dengan fokus pada komposisi gender dalam kepemimpinan.
Hasil penelitian ini dapat memperkuat misi Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 5 terkait Kesetaraan Gender. Peningkatan keterwakilan perempuan di posisi manajerial tidak hanya menghadirkan keadilan dalam representasi, tetapi juga memperkokoh tata kelola perusahaan yang transparan dan akuntabel. Hal ini berkontribusi langsung pada pengurangan risiko fraud dan memperkuat fondasi ekonomi berkelanjutan. Rekomendasi yang dapat diajukan dari sisi praktik bisnis dan regulasi adalah perusahaan harus mengimplementasikan pengawasan internal yang lebih ketat serta mengedepankan keberagaman gender dalam struktur manajemen. Otoritas regulasi juga bisa mengembangkan kebijakan yang mendorong kesempatan lebih besar bagi perempuan untuk mengisi posisi strategis di perusahaan. Audit internal dan eksternal yang diperkuat akan menjadi instrumen penting dalam mencegah fraud sejak dini. [Red. Nurisqi]