Di tengah gelombang digitalisasi, teknologi chatbot sebagai inovasi yang efisien dan hemat biaya untuk meningkatkan layanan pelanggan dalam sektor keuangan. Chatbot adalah aplikasi kecerdasan buatan, yang memberikan layanan kepada pelanggan 24/7, mengurangi waktu menunggu nasabah, Menurut laporan, hingga 70% pelanggan perbankan ingin berinteraksi dengan merek lewat chatbot untuk pertanyaan cepat. Selain itu, skalabilitas chatbot memungkinkannya melayani ribuan pertanyaan sekaligus, sehingga tidak ada pertanyaan kecil yang terlupakan.
Meskipun begitu, adopsi chatbot di Indonesia, khususnya di sektor perbankan syariah masih tergolong rendah, meskipun potensi teknologi ini cukup besar. Penelitian ini mengungkapkan bahwa faktor kepercayaan memainkan peran krusial dalam memengaruhi niat penggunaan chatbot nasabah BSI. Kebanyakan nasabah perbankan masih ragu berbicara dengan chatbot untuk pertama kalinya, terutama karena khawatir tentang kerahasiaan data dan kualitas layanan yang masih dirasa kurang memuaskan. Dengan demikian, tantangan dalam membangun kepercayaan pengguna masih menjadi hambatan yang signifikan, meskipun chatbot dapat memberikan layanan yang lebih efisien dan mudah diakses. Oleh karena itu, penelitian menggunakan kerangka gabungan. Technology Acceptance Model (TAM) dan Unified Theory of Acceptance dan Use of Technology (UTAUT) menemukan bahwa kepercayaan adalah elemen yang sangat penting dalam menghubungkan antara persepsi keamanan dan niat di balik adopsi chatbot. Bukan hanya itu, kepercayaan juga menjadi hal yang penting bagi BSI yang sudah mengalami insiden kebocoran data pelanggan di masa lalu. Kebocoran memberikan keretakan dalam kepercayaan BSI.
Selain itu penggunaan Chatbot juga meningkatkan interaksi antara nasabah dengan bank salah satu contohnya pada bank mandiri yang sudah melakukan adaptasi dengan Chatbot yang diberi nama “MITA” dimana setelah diluncurkannya pada Juli 2020 frekuensi interaksi nasabah meningkat 83% dibandingkan bulan sebelumnya, interaksinya terdiri atas permintaan informasi sebanyak 51%, permintaan bantuan 28% dan keluhan 21%. Bank perlu memprioritaskan keamanan sistem dan privasi data pelanggan . Mereka juga perlu mengedukasi pelanggan tentang keamanan teknologi dan penggunaan data yang transparan. Lebih lanjut, bank dapat mengadakan seminar atau webinar untuk menjelaskan cara kerja chatbot dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk melindungi data pelanggan. Deloitte melakukan penelitian yang menyatakan bahwa perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan negara dengan melakukan investasi pengetahuan pelanggan dalam keamanan digital hingga 60%. Serta kampanye di media sosial dapat menjadi langkah strategis untuk membangun kepercayaan yang menyoroti fitur keamanan dan manfaat penggunaan chatbot yang dapat membantu menjangkau audiens yang lebih luas. Selain itu, menampilkan testimoni pelanggan yang puas juga dapat memperkuat citra positif chatbot. Ulasan positif dari pengguna lain berfungsi sebagai bukti sosial yang meyakinkan calon pengguna untuk mencoba teknologi ini. Sebuah studi oleh Nielsen menunjukkan bahwa 92% konsumen lebih cenderung mempercayai rekomendasi dari teman atau keluarga dibandingkan dengan iklan.
Adopsi chatbot yang kian meluas tidak hanya mendukung efisiensi operasional tetapi juga mendorong inklusi keuangan, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDG) 9, yang menekankan inovasi, infrastruktur, dan industrialisasi yang berkelanjutan. Masa depan perbankan syariah di Indonesia dapat ditopang oleh teknologi seperti chatbot, yang menawarkan berbagai manfaat dalam meningkatkan efisiensi layanan dan interaksi nasabah. Chatbot tidak hanya mampu memberikan informasi produk secara cepat dan akurat, tetapi juga
dapat membantu nasabah dalam melakukan transaksi sederhana tanpa harus mengunjungi cabang fisik. Dengan demikian, teknologi ini berpotensi untuk memperluas jangkauan layanan keuangan. Namun, kunci keberhasilan teknologi ini terletak pada kepercayaan pelanggan. Kepercayaan merupakan fondasi yang sangat penting dalam hubungan antara bank dan nasabah, terutama dalam konteks perbankan syariah yang menekankan prinsip-prinsip etika dan transparansi. Dengan langkah-langkah strategis dalam membangun kepercayaan dan memanfaatkan inovasi, masa depan perbankan syariah di Indonesia dapat menjadi lebih cerah dan berkelanjutan. (Red. Fossa)