Berdasarkan survey yang dilakukan oleh PriceWaterhouseCoopers (PwC) pada tahun 2014 terungkap bahwa sebagian besar bisnis di Asia Tenggara merupakan jenis bisnis berbasis keluarga, dengan angka mencapai 60 persen dari Perusahaan publik. Adapun di Indonesia, porsi bisnis keluarga sangat dominan yakni mencapai 95 persen Perusahaan publik. Kontribusi terhadap Perekonomian Domestik Bruto (PDB) nasional bahkan mencapai 25 persen (Wisudanto et al., 2024). Hanya saja, bisnis keluarga ini tidak bertahan lama. Sebanyak 30 persen yang berhasil bertahan hingga generasi kedua dan kurang dari 13 persen yang tetap berjalan hingga generasi ketiga dari keluarga. Kondisi teresebut menunjukkan pentingnya membangun bisnis keluarga dengan memperbaiki pondasi dan menguatkan orientasi. Rendahnya tingkat resiliency dan sustainability tersebut menunjukkan adanya kerapuhan dalam mebangun bisnis keluarga, bisa jadi membangun bisnis tidak karena menyengaja tetapi karena keterpaksaan.

Untuk menguatkan arah peningkatan resiliency dan sustainability dari bisins keluarga, perlu adanya penguatan komunitas sebagai pilar utama jejaring dan pasar. Komunitas merupakan satuan entitas dalam suatu masyarakat yang dibangun dari beberapa keluarga yang memiliki orientasi yang sama sehingga membentuk satu kelompok tertentu dengan corak yang unik. Penguatan komunitas dapat membantu menyediakan ekosistem yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya suatu bisnis keluarga sebelum masuk pasar yang lebih besar dan persaingan yang lebih ketat. Dengan membangun komunitas diharapkan mampu menjadi wadah latihan untuk menempa bisnis keluarga agar dapat berpijak dengan persiapan pondasi bisnis yang baik.
Dasar utama penguatan komunitas sebagai wahana pengembangan bisnis keluarga merujuk pada Pembangunan berbasis komunitas (community-based development/CBD). Kunci utama dari Pembangunan berbasis komunitas adalah partisipasi anggota masyarakat. Pembangunan berbasis komunitas bertujuan agar masyarakat dapat mengelola sumber daya, proses dan hasil yang diharapkan. Pembangunan berbasis komnitas dapat dikatakan berhasil apabila terhadap beberapa indikasi berikut yang ditemukan dalam konitas tersebut yaitu partisipasi aktif dari setiap anggota, bentuk kepemilikan yang terdesentralisasi, adanya pembedayaan secara nyata di tengah-tengah, adanya program dan proses yang berkelanjutan, muncul dan tertatanya budaya akuntabilitas, dan kepemilikan bersama.
Untuk dapat mengembangkan bisnis keluarga berbasis komunitas, perlu adanya pengarusutamaan (focus) pada pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat dengan mengenali potensi lokal, melakukan serangkaian penelitian atas kebutuhan komunitas, dan membangun kolaborasi yang saling menguntungkan. Selain itu, secara internal dari bisnis keluarga perlu dikembangkan aspek profesionalisme dalam pengelolaan bisnis yaitu dengan cara pemisahan secara tegas urusan keluarga dan bisnis.
Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan pengelolaan merupakan tahap penting dalam membangun komunitas. Seluruh peserta yang memiliki kesamaan misi harus terlibat secara aktif dalam serangkaian tahapan perencanaan, pengelolaan, hingga evaluasi. Penguatan jati diri dan identitas komunitas merupakan aspek pondasi dari komunitas. Selain unsur kebersamaan dan pondasi nilai komunitas, penting untuk dikuatkan pemahaman bahwa pembentukan komunitas didasari unsur bisnis sehingga tetap harus mempertimbangkan orientasi keuntungan.
Pengenalan dan penggalian potensi lokal merupakan tahapan kedua untuk memulai pengembangan komunitas sebagai lahan penguatan bisnis keluarga. Pada tahap ini, dilakukan proses pengenalan dan pemanfaatan sumber daya serta keunggulan yang dimiliki komunitas lokal untuk menjadi nilai tambah bagi bisnis keluarga. Selian sebagai pijakan untuk produksi bagi bisnis yang dikembangkan, komunitas juga sekaligus sebagai segmen pasar konsumen untuk produk tersebut. Oleh karena itu pemahaman atas potensi ini menyangkut dua hal yaitu sumber untuk menghasilkan dan target untuk pendistribusion.
Selanjutnya, penting untuk melakukan pemenuhan atas kebutuhan komunitas yang telah diidentifikasi sebelumnya. Untuk menjalankan proses ini perlu dilakukan penelitian secara mendalam untuk memastikan kondisi masyarakat tentang apa yang dibutuhkan oleh penduduk atau masyarakat sekitar. Penelitiian ini menjadi dasar untuk melakukan serangkaian upaya dan tahapan bisnis, mulai dari perencanaan strategis hingga teknis.
Bagaimana cara untuk mengembangkan bisnis keluarga berbasis komunitas ini? Secara ringkas, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangun dan meningkatkan profesionalisme. Aspek penting profesionalitas adalah dengan memisahkan secara tegas dan disiplin antara urusan keluarga dan urusan bisnis. Penting untuk memberikan batasan antara domain urusan keluarga dan bisnis diantara anggota keluarga. Selain itu, pengelolaan sumber daya (resources) antara keluarga dan bisnis. Penting untuk memisahkan aset dan penerimaan serta belanja antara keluarga dan bisnis secara transparan. Orientasi selanjutnya adalah meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pengelolaan bisnis.
Untuk tetap bertahan dan berkompetisi dengan bisnis sejenis, perlu dilakukan inovasi dan pengambangan bisnis keluarga disamping tetap berjalan beriringan dengan pengembangan komunitas. Pengembangan program ini mendukung SGDs 5 gender equality dan SDGs 10 reduce inequalities. [Red. Ihda]
Referensi
Wisudanto, Madyan, M., Daffa, M., dan Setiawan, W. R. 2024. Bagaimana Internasionalisasi Mempengarubi Kinerja Perusahaan Keluarga Indonesia dengan Demografi CEO Sebagai Moderator? https://unair.ac.id/bagaimana-internasionalisasi-mempengaruhi-kinerja-perusahaan-keluarga-indonesia-dengan-demografi-ceo-sebagai-moderator/ diakses pada 17 Nov. 25