Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memainkan peran penting dalam mendorong keuangan berkelanjutan dengan memperkenalkan regulasi yang mewajibkan bank untuk mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam strategi bisnis mereka. Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan menekankan pengintegrasian manajemen risiko lingkungan dan sosial dalam penilaian risiko kredit, serta No. 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Obligasi Hijau. Kerangka regulasi ini menempatkan lembaga keuangan Indonesia di garis depan keuangan berkelanjutan, yang sejalan dengan standar global (Guild, 2019).
Peraturan OJK No. 51/POJK.03/2017 mulai berlaku pada Januari 2019 dan mewajibkan lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik untuk menyerahkan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan tahunan dan lima tahunan serta mempublikasikan laporan keberlanjutan. Pedoman Teknis untuk Bank mengenai Penerapan POJK 51 diterbitkan pada November 2018. Menanggapi POJK 51, industri keuangan membentuk Indonesia Sustainable Finance Initiative (ISFI) pada tahun 2018. ISFI merupakan inisiatif berbasis pasar yang diprakarsai oleh industri jasa keuangan untuk mendukung implementasi Peraturan OJK No. 51 dan No. 60 Tahun 2017 tentang Prinsip Keuangan Berkelanjutan dan Obligasi Hijau sebagai dasar regulasi.
Pada Januari 2021, OJK menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (SFR II) yang menguraikan bagaimana sektor keuangan akan bergerak menuju jalur yang lebih berkelanjutan dalam beberapa tahun mendatang (2021-2025), dengan Taksonomi Hijau Indonesia sebagai prioritas. Diluncurkan pada Januari 2022, Taksonomi Hijau Indonesia 1.0 dirancang terutama sebagai panduan, bukan instrumen wajib. Namun, hal ini dapat berkembang di masa depan, misalnya melalui kewajiban pengungkapan portofolio investasi yang relevan dengan taksonomi. (Red. Leo)