
Menanamkan jiwa kewirausahaan sejak usia sekolah dasar menjadi salah satu langkah penting dalam membentuk generasi yang kreatif, mandiri, dan mampu memecahkan masalah. Melalui pembelajaran yang kontekstual dan berbasis praktik, anak-anak dapat memahami konsep wirausaha secara lebih nyata dan menyenangkan. Prinsip inilah yang diusung dalam Program Pengabdian kepada Masyarakat di SD Negeri Giritirto, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, sebagai bagian dari upaya mendukung SDG 4: Pendidikan Berkualitas.
Lingkungan sekitar SD Negeri Giritirto memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan, mulai dari keberadaan limbah plastik, sampah organik, hingga bahan-bahan sederhana yang bisa diolah menjadi produk kreatif. Namun, potensi tersebut selama ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sarana pembelajaran kewirausahaan. Minimnya media dan pengalaman praktik membuat siswa belum terbiasa melihat bahwa bahan-bahan di sekitar mereka dapat diolah menjadi produk yang bernilai edukatif maupun ekonomis. Tim pengabdian dari Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada melihat pentingnya membangun pemahaman siswa mengenai bagaimana sampah dapat menjadi sumber ide bisnis yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi.
Sebagai langkah awal, tim menghadirkan video pembelajaran interaktif, sebuah media edukatif yang merangkum konsep dasar kewirausahaan melalui cerita sederhana yang dekat dengan keseharian siswa. Video ini membantu siswa memahami bagaimana sebuah ide dapat berkembang menjadi usaha kecil, sekaligus mengenalkan nilai-nilai seperti kerja sama, kreativitas, dan keberanian mencoba hal baru. Penyediaan materi pembelajaran yang kontekstual ini merupakan implementasi nyata dukungan terhadap SDG 4, melalui penyediaan pendidikan yang relevan, inovatif, dan mudah dipahami.
Pembelajaran tidak berhenti pada teori. Siswa diajak terjun langsung melalui praktik membuat buket bunga siap jual dari cup dan botol plastik bekas. Dengan kegiatan ini, anak-anak belajar mengolah sampah plastik menjadi produk kreatif yang memiliki nilai jual. Proses mulai dari memotong, membentuk kelopak, memberi warna, hingga merangkai buket, memberikan pengalaman langsung tentang pentingnya inovasi dan ketekunan. Aktivitas ini sejalan dengan SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, karena mendorong pemanfaatan limbah menjadi produk yang ekonomis dan edukatif.
Kegiatan praktik ini menjadi titik paling seru bagi para siswa. Mereka terlihat antusias mencoba mengukir bentuk bunga dari potongan botol plastik, saling membantu merangkai, dan bangga melihat hasil karya mereka berubah dari limbah menjadi buket cantik yang siap dijual. Bagi guru dan sekolah, metode pembelajaran berbasis praktik seperti ini memberikan dampak positif karena membuat siswa lebih memahami keterkaitan antara kreativitas, lingkungan, dan peluang usaha.
Program pengabdian ini diharapkan menjadi pijakan awal bagi tumbuhnya generasi muda yang kreatif, peduli lingkungan, dan mampu mengembangkan potensi lokal Giritirto secara berkelanjutan. Melalui media pembelajaran interaktif dan praktik pemanfaatan limbah, siswa tidak hanya memahami konsep kewirausahaan, tetapi juga memperoleh pengalaman nyata tentang bagaimana kreativitas dapat menciptakan nilai tambah. Pengabdian ini menjadi langkah kecil namun berarti untuk menanamkan pola pikir wirausaha yang berkelanjutan bagi masa depan mereka. [Red. Elton]