
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Kesehatan, Puskesmas dan Rumah Sakit, telah menjadi salah satu instrumen desentralisasi. Dalam konteks desentralisasi, BLUD memperoleh keleluasaan pengelolaan dan fleksibilitas dalam sistem manajerial dan fiskal. BLUD diharapkan mampu lebih efisien dan berkualitas dalam memberikan pelayanan publik. Namun, otonomi pengelolaan BLUD menghadirkan tantangan dalam pengukuran dan evaluasi kinerja yang terpisah, terfragmentasi, dan tidak memperhatikan hubungan kausalitas di dalamnya. Dalam konteks BLUD, kinerja BLUD tidak lepas dari penguatan akuntabilitas BLUD Kesehatan. Akuntabilitas BLUD Kesehatan di era global harus mampu mengejar SDGs.
Dalam meningkatkan kinerja BLUD Kesehatan, langkah pertama adalah menyusun Indikator Kinerja Utama (KPI) secara menyeluruh yang berlandaskan kerangka sistem Balanced Scorecard (BSC). BSC berupaya untuk menghindari penggunaan ukuran kinerja keuangan yang bersifat sempit, dan sebaliknya menggunakan ukuran kinerja yang lebih seimbang yang menggabungkan: Keuangan (Stewardship), Pelanggan/Stakeholder, Proses Bisnis Internal, dan Pembelajaran serta Pertumbuhan. Penerapan BSC tersebut timbul karena adanya tuntutan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas. Dengan menghubungkan indikator yang bersifat kausal antar perspektif, BSC juga memastikan bahwa setiap investasi (misalnya, peningkatan akses dan kualitas pelatihan SDM) yang dilakukan, akan selalu berbanding lurus terhadap pencapaian tujuan akhir yang diinginkan (kualitas pelayanan yang lebih baik).
Memperkuat SDG 3 (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan)
Peran BLUD sangat penting untuk mencapai SDG 3. Perspektif Proses Bisnis Internal BSC fokus pada peningkatan efisiensi operasional dan klinis seperti pengurangan waktu penyelesaian dan standardisasi prosedur layanan. Peningkatan kualitas proses ini langsung berkaitan dengan target SDG 3 seperti pengurangan penyakit dan pencapaian perbaikan klinis inti. Misalnya, Puskesmas BLUD diwajibkan untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang mengikat BLUD pada indikator tertentu seperti persentase bayi di bawah 6 bulan yang menerima ASI eksklusif atau menurunkan Angka Kematian Neonatal (AKN). BSC mengelola indikator ini dengan ketat untuk pemenuhan SPM dalam Perspektif Proses Internal dan Pelanggan, yang pada kenyataannya mendorong pencapaian Cakupan Kesehatan Semesta (UHC) (SDG 3.8).
Mempromosikan SDG 16 dan SDG 10 (Tata Kelola dan Keadilan)
Selain kesehatan, perumusan KPI yang komprehensif mendukung tata kelola yang lebih luas. BSC meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas institusi publik (SDG 16). Fleksibilitas BLUD memerlukan kerangka data yang terstruktur agar otonomi berjalan efektif dan terhindar dari pemborosan. BSC menyediakan peta strategi, yang secara objektif memungkinkan Satuan Pengawasan Internal (SPI) untuk mengaudit kinerja berdasarkan dampak sosial dan bukan hanya kepatuhan finansial.
Selain itu, BSC juga berfungsi sebagai alat untuk menstandarirasi layanan (SDG 10). Dengan mewajibkan semua unit BLUD (rumah sakit dan puskesmas) di area tersebut untuk mencapai SPM secara seragam, kerangka ini secara sistematis mengurangi kesenjangan akses layanan. Fleksibilitas Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLUD, yang diukur dalam perspektif keuangan, dapat digunakan untuk cross-subsidization untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di daerah yang secara ekonomi rentan, sehingga memastikan akses yang lebih adil. [Red. Mukhlis]