Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset bagi suatu bangsa yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Jumlah dan kualitas sumber daya manusia mempengaruhi produktivitas dan pemasaran hasil-hasil produksi yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tinggi-rendahnya kualitas SDM suatu bangsa akan berpengaruh pada pencapaian kualitas hasil-hasil pembangunan. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan tingginya investasi menuntut perubahan lingkungan yang memerlukan SDM yang berkualitas dan berdaya saing. Sejak tahun 1990, United Nations Development Programme (UNDP) menggunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) sebagai indikator capaian pembangunan sumber daya manusia.
IPM merupakan indikator capaian pembangunan kualitas hidup manusia yang ditentukan berdasarkan tiga dimensi dasar, yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, dimensi pengetahuan, dan dimensi standar hidup layak. Dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh indikator umur harapan hidup saat lahir. Sejak desentralisasi digulirkan, Indonesia telah berhasil meningkatkan kinerja pembangunan manusia yang ditandai dengan peningkatan IPM pada semua tingkat daerah. Meskipun kinerja pembangunan manusia meningkat di semua daerah, namun kinerja pembangunan manusia pada tingkat kabupaten selalu paling rendah. Sebaliknya pada tingkat kota selalu paling tinggi dan terjadi kesenjangan yang tinggi IPM antar daerah. Tingginya kesenjangan IPM antar daerah menimbulkan berbagai masalah sosila, ekonomi, lingkungan, dan masalah kehidupan lainnya.
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia pada suatu wilayah tidak lepas dari bagaimana program-program peningkatan pembangunan manusia didanai. Alokasi dana yang digunakan untuk fungsi pembangunan sumber daya manusia merupakan wujud upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia sesuai kewenangannya. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membagi kewenangan bidang pendidikan dan bidang kesehatan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah merupakan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal. Kebijakan desentralisasi fiskal yang digulirkan sejak reformasi 1998 memberikan manfaat bagi efisiensi alokasi sumber daya karena pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk mengelola keuangan daerahnya, memiliki lebih banyak informasi kebutuhan masyarakat sehingga penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat lebih cepat dan tepat sesuai kebutuhan masyarakat. Wujud penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah dalam bentuk Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang semakin meningkat. Tujuan desentralissi fiscal pada dasarnya untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, sehingga peningkatan TKDD diharapkan meningkatkan kinerja layanan pemerintah daerah. Sejak desentralisasi, rata-rata lebih dari 40% dari pendapatan negara atau rata-rata 30% dari belanja negara di transfer ke daerah. Pada tingkat daerah, rata-rata lebh dari 50% pendapatan daerah dan lebih dari 50% belanja daerah didanai dari transfer pemerintah. Tingginya alokasi dana ke daerah diharapkan mampu meningkatkan kinerja sesuai kewenangannya, namun di sisi lain, meningkatnya prosentase pendapatan transfer terhadap pendapatan daerah atau belanja daerah menunjukkan semakin tingginya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat.
Transfer ke daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan kesenjangan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan transfer berpengaruh negative pada pembangungan manusia pada semua tingkat pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat tidak diikuti dengan upaya memperbaiki kinerja pada tingkat daerah.