Penulis: Rizky Wulandari
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) sejak September 2015 telah menjadi komitmen global. Terdapat 17 (tujuh belas) tujuan yang menjadi target Pemerintah Indonesia. Pada khususnya pada tujuan 16 yaitu Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat diharapkan seluruh lembaga negara akan hidup secara terus menerus dengan tata kelola yang baik. Mendasari pada tujuan 16 SDGs ini maka komitmen seluruh lembaga negara dalam menciptakan lingkungan tata kelola yang baik untuk dapat berlangsung secara terus menerus menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindarkan. Beberapa indikator dari tujuan 16 dapat kita cermati sebagai berikut: Indikator 16.6.1. (b) Persentase peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; Indikator 16.6.1. (d) Persentase instansi pemerintah yang memiliki nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik Kementerian/Lembaga/dan Pemerintah; Indikator 16.5.1. (a) Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) indikator 16.6.1.(a) Persentase instansi pemerintah yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Indikator 16.6.1.(b) Persentase instansi pemerintah dengan skor Sistem Akuntabilias Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ≥ B; Indikator 16.6.1.(c) Persentase instansi pemerintah dengan Indeks Reformasi Birokrasi (RB) ≥ B; Indikator 16.6.2.(a) Jumlah Instansi pemerintah dengan tingkat kepatuhan pelayanan publik kategori baik (Bappenas, 2024), merupakan beberapa indikator yang dapat dicapai jika didasari dengan adanya tata kelola organisasi yang baik. Sejalan dengan tujuan 16 SDGs tersebut, penerapan prinsip three lines of defense dapat dipertimbangkan untuk dapat menjawab kebutuhan tata kelola organisasi yang baik dalam mencapai tujuan 16 SDGs. Prinsip three lines of defense merupakan suatu kerangka kerja yang diterapkan dalam manajemen risiko, dengan membagi tanggung jawab antara tiga “garis pertahanan” yang berbeda dalam organisasi untuk memastikan manajemen risiko dan pengendalian yang efektif dalam pencapaian tujuan jangka panjang organisasi (GRC Indonesia, 2024).
Pada gambar model three line of defense, dapat kita lihat bahwa penerapan prinsip three line of defense ini membutuhkan sinergi antara lini pertahanan pertama (first line of defense):operasional; lini pertahanan kedua (second line of defense): manajemen risiko; dan lini pertahanan ketiga (third line of defense): audit/internal assurance. Melalui penerapan prinsip ini maka organisasi dapat memperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Keterpaduan pemahaman risiko yang akan memberikan gambaran holistik terhadap risiko organisasi, 2) Peningkatan efisiensi operasional untuk mengoptimalkan sumber daya dan meningkatkan produktivitas, 3) Memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan standar yang berlaku sehingga memenuhi standar kepatuhan dan kepercayaan pemangku kepentingan, 4) Pengelolaan risiko yang lebih efektif memungkinkan organisasi untuk belajar dan tumbuh dari pengalaman menghadapi risiko, dan 5) Penyelarasan dengan strategi organisasi membantu organisasi membuat keputusan yang lebih cerdas, sesuai dengan tujuan dan visi jangka panjang (GRC Indonesia, 2024). Penerapan optimal prinsip three lines of defense tidak hanya memberikan aspek keamanan dan kepatuhan, tetapi juga menjadi dasar yang kuat bagi pertumbuhan dan keberlanjutan organisasi dalam menghadapi perubahan dan tantangan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, penerapan prinsip three line of defense akan membentuk organisasi terus tumbuh dan berlanjut sesuai dengan tujuan 16 SDGs yaitu mewujudkan kelembagaan yang kuat dan terus berlangsung didasari dengan tata kelola yang baik.
Sumber Referensi:
- GRC Indonesia, “Penerapan Prinsip Three Lines of Defense untuk Model GRC yang Optimal”,
- Institute of Internal Auditors, Pedoman Prinsip Three Line of Defense,
- Kementerian PPN/Bappenas, “Metadata Indikator Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola,