Kecurangan atau fraud masih menjadi tantangan besar di berbagai sektor modern. Di sektor properti, praktik manipulasi laporan keuangan, penggelembungan nilai proyek, hingga penyalahgunaan aset perusahaan sering kali muncul akibat kompleksitas transaksi dan lemahnya pengawasan internal. Fraud tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik serta integritas lembaga bisnis. Di tengah tantangan tersebut, muncul satu pertanyaan penting: sejauh mana keragaman dalam kepemimpinan, khususnya dari sisi gender, berperan dalam memperkuat nilai integritas dan kehati-hatian di dunia usaha? Tim peneliti dari Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada menelusuri hubungan antara komposisi gender dalam jajaran manajemen perusahaan properti dan tingkat potensi manipulasi laporan keuangan. Menggunakan pendekatan kuantitatif melalui model Beneish M-Score, penelitian ini menganalisis perusahaan sektor properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2019–2023. Beneish M-Score sendiri merupakan indikator yang sering digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya manipulasi akuntansi berdasarkan rasio-rasio keuangan tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan indikasi menarik: perusahaan dengan keterwakilan perempuan lebih besar dalam jajaran manajemen cenderung memiliki nilai M-Score yang lebih rendah—artinya, potensi terjadinya kecurangan laporan keuangan relatif lebih kecil. Temuan ini tentu masih bersifat awal dan perlu diuji lebih lanjut dengan analisis yang lebih luas untuk memastikan arah dan kekuatan hubungannya. Namun, hasil awal tersebut memberi gambaran bahwa keberagaman gender mungkin menjadi faktor pendukung dalam memperkuat budaya integritas di perusahaan. Fenomena ini sejalan dengan sejumlah penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa perempuan dalam posisi kepemimpinan sering kali menonjolkan kehati-hatian, transparansi, dan kepatuhan terhadap aturan dalam pengambilan keputusan keuangan. Namun demikian, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk membandingkan atau menilai keunggulan berdasarkan gender. Fokus utamanya adalah memahami bagaimana keberagaman perspektif dalam manajemen dapat menciptakan keseimbangan dalam proses pengambilan keputusan dan pengawasan internal.
Dari perspektif pembangunan berkelanjutan, riset ini memiliki keterkaitan langsung dengan Sustainable Development Goal (SDG) 5 tentang Kesetaraan Gender, serta SDG 16 tentang Kelembagaan yang Tangguh dan Tata Kelola yang Bersih. Keduanya menekankan pentingnya inklusivitas dan transparansi dalam sistem ekonomi. Dalam konteks bisnis, kesetaraan gender bukan hanya bentuk keadilan sosial, tetapi juga strategi untuk memperkuat tata kelola perusahaan agar lebih adaptif, berimbang, dan etis. [Red. Nurisqi]
