Ketimpangan dalam penetapan imbalan jasa di sektor penilaian properti menjadi salah satu tantangan utama dalam menciptakan transparansi dan kesetaraan ekonomi. Perbedaan standar antar- Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) telah mendorong terjadinya perang harga yang tidak sehat. Hal ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sektor ini dan menghambat tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam hal penciptaan institusi yang transparan dan akuntabel (SDG 16). Menjawab persoalan tersebut, tim dari Prodi Manajemen dan Penilaian Properti Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada telah mengembangkan sebuah sistem informasi digital yang mampu menstandarisasi perhitungan imbalan jasa penilai properti. Sistem ini dirancang berdasarkan Pedoman Standar Imbalan Jasa Penilaian 2023, dengan penambahan indikator relevan seperti biaya transportasi, akomodasi, dan operasional. Harapannya, sistem ini tidak hanya meningkatkan akurasi, tetapi juga mendorong persaingan yang lebih sehat di sektor jasa penilaian properti. Lebih jauh, sistem ini dilengkapi dengan fitur proposal digital yang mempermudah KJPP dalam menyusun dokumen profesional.
Uji coba sistem ini akan dilakukan di KJPP Dino Farid dan Rekan Cabang Yogyakarta untuk meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi kesalahan perhitungan manual, dan menyederhanakan proses administrasi. Namun, beberapa tantangan tetap ada, seperti kebutuhan pelatihan bagi pengguna dan dukungan teknis pada infrastruktur terbatas. Dengan mengatasi tantangan ini, digitalisasi dalam penilaian properti diharapkan dapat berkontribusi pada pencapaian target SDGs, khususnya dalam hal pembangunan institusi yang kuat, transparan, dan berdaya saing global. Transformasi ini menjadi langkah nyata menuju tata kelola sektor properti yang lebih baik dan inklusif di Indonesia. (Red. Nurisqi)