Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami lonjakan investasi di sektor properti komersial dalam beberapa tahun terakhir. Proyek-proyek seperti pembangunan hotel, resort, hingga pusat perbelanjaan berkembang pesat di berbagai wilayah, termasuk Gunungkidul, Kulon Progo, dan Bantul. Meski berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, pembangunan ini juga memunculkan tantangan serius seperti konflik tata ruang, kerusakan lingkungan, serta ketimpangan sebaran investasi. Hal ini menegaskan pentingnya sebuah pendekatan analitis yang berbasis spasial untuk memastikan lokasi investasi benar-benar layak dari sisi fisik, lingkungan, dan perencanaan wilayah.
Penelitian di tahun 2025 yang diinisiasi oleh Fatima Putri Prativi dan tim, dosen Sekolah Vokasi UGM, mengusulkan model kelayakan penentuan lokasi investasi properti berbasis analisis spasial menggunakan metode Weighted Overlay Analysis dan Multi Criteria Spatial Analysis melalui aplikasi GIS. Dengan mempertimbangkan variabel seperti penggunaan lahan, kerawanan bencana, topografi, dan aksesibilitas, penelitian ini bertujuan memetakan wilayah yang paling ideal untuk pengembangan properti komersial di DIY. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dan investor untuk mendorong pembangunan yang lebih terencana, adil, dan berkelanjutan.
Beberapa literatur dari jurnal bereputasi internasional juga menguatkan urgensi pendekatan spasial dalam perencanaan investasi properti. Studi-studi sebelumnya menyoroti bagaimana preferensi pembangunan yang tidak seimbang—seperti ekspansi ke greenfield atau konsentrasi di pusat ekonomi—dapat menimbulkan ketimpangan wilayah dan degradasi lingkungan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan berbasis data spasial, yang mempertimbangkan keterkaitan antara elemen geografis, ekonomi, dan sosial, menjadi fondasi penting dalam mewujudkan investasi properti yang cerdas dan berdaya guna jangka panjang. [Red. Fatima]