Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, telah diadopsi oleh negara-negara PBB sejak tahun 2015 yang memberikan cetak biru bersama untuk perdamaian dan kemakmuran bagi manusia dan bumi, sekarang dan di masa depan. SDGs memiliki 17 (tujuh belas) hal penting yang dianggap merupakan seruan mendesak untuk bertindak oleh semua negara maju dan berkembang. Dikarenakan penghapusan kemiskinan sebagai tujuan pertama dari Agenda SDGs yang merupakan tujuan penting dan yang paling utama, maka pemerintah Indonesia merancang berbagai kebijakan dan program kerja prioritas untuk menunjukkan keseriusan dalam mewujudkannya, meski tidak dapat dipungkiri tujuan lain merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Keseriusan pemerintah ditunjukkan dengan adanya target penghapusan kemiskinan ekstrem di akhir tahun 2024 adalah 0%, yang diikuti dengan menyusun blue print kebijakan, program kerja, penyediaan dana, sinergi antar lembaga baik pusat, daerah, sektor swasta dan juga sektor publik non pemerintah yang dituangkan dalam Instruksi Presiden No 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Agenda SDGs, tanpa kemiskinan diakomodasi dengan adanya P2PKE dengan menerbitkan Inpres No 4 tahun 2022. Sesuai Inpres No 4 Tahun 2022, P2PKE ini secara spesifik merancang program melalui pendekatan by name by address. Terdapat dua sudut pandang tentang pendelegasian tugas dari pusat ke daerah. Jika melihat konsep desentralisasi, seharusnya pendelegasian tugas ini mampu meningkatkan kualitas program sehingga keberhasilan akan terwujud yang didukung dengan kinerja 7 keuangan dan non keuangan pemerintah yang baik. Disinilah, peran akuntansi sangat dibutuhkan sebagai informasi yang dihasilkan untuk membantu pengambilan keputusan. Bagi pemerintah daerah dengan pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan yang baik seharusnya memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi dalam penghapusan kemiskinan ekstrem. Hal ini disebabkan karena transparansi, akuntabilitas dan tata kelolanya baik sehingga potensi kecurangan lebih kecil dan kualitas layanan jauh lebih baik.
Beberapa variabel mempengaruhi keberhasilan dari program P2KE yaitu kualitas LK dari pemerintah daerah, hasil LAKIP pemerintah daerah, Indeks pengelolaan keuangan pemerintah daerah, jumlah anggaran program P2KE pemerintah daerah dan tingkat kemandirian daerah tersebut. Dari beberapa variabel tersebut terdapat variabel yang berpengaruh terhadap penurunan kemiskinan ekstrem yaitu nilai SAKIP, indeks pengelolaan keuangan daerah, dan tingkat kemandirian daerah. Ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan ekstrem yang berarti peningkatan nilai-nilai tersebut akan mengurangi kemiskinan ekstrem di suatu daerah. Selain ketiga variabel tersebut terdapat satu variabel lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan ekstrem. Kualitas laporan keuangan mendekati signifikansi pada tingkat 10%, dengan pengaruh negatif, menunjukkan bahwa peningkatan akuntabilitas dan transparansi keuangan juga cenderung berdampak positif dalam menurunkan kemiskinan. Penemuan ini mengindikasikan bahwa upaya pengentasan kemiskinan di daerah perlu difokuskan pada peningkatan kinerja manajerial dan kemandirian daerah, serta tata kelola keuangan yang lebih baik. (Red. Hilda)