SDGs adalah serangkaian 17 tujuan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di tingkat global. Salah satu tujuan dari SDGs yaitu tujuan uang pertama yaitu tidak ada kemiskinan (No Poverty). Tujuan dari SDGs pertama yaitu untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk di manapun. Kemiskinan dipandang sebagai suatu situasi dimana seseorang tidak dapat/mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum yang diperlukan untuk hidup layak dan bermartabat. Tidak mudah menentukan atau mendefinisikan kemiskinan karena kemiskinan sendiri bersifat multi dimensi. Oleh karena itu, pemerintah (BPS dan beberapa pihak dalam beberapa seminar dan pertemuan) menyepakati mengukur kemiskinan dari sudut ekonomi dengan pendekatan uang (monetary approach). Salah satu indikator yang ditetapkan untuk dapat mencapai tujuan tersebut adalah tingkat kemiskinan ekstrem. Kemiskinan Ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp. 10.739/orang/hari atau Rp. 322.170/orang/bulan (BPS,2021).
Angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 9,03 persen. Angka ini telah mengalami penurunan sebesar 0,33 persen yang mana semula pada bulan Maret 2023 angka kemiskinan sebesar 9,36 persen. Angka kemiskinan 9,03 persen ini merupakan angka terendah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sejalan dengan angka kemiskinan, kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia juga terus mengalami penurunan. Persentase penduduk miskin ekstrem Indonesia pada Maret 2024 sebesar 0,83 persen, berhasil turun 0,29 persen poin terhadap Maret 2023 sebesar 1,12 persen. Dalam rangka menangani kemiskinan ekstrem ditetapkan kebijakan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P2KE) yang diatur dalam Inpres 4 tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan Ekstrem. Dalam program ini ditentukan wilayah di Indonesia yang masuk kedalam wilayah prioritas miskin ekstrem.
Penetapan wilayah prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem tahun 2022-2024 didasarkan pada indeks kemiskinan ekstrem kabupaten/kota dengan mempertimbangkan: a. kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan ekstrem tinggi; dan b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk miskin ekstrem tinggi. Pemerintah pusat memprioritaskan 212 kabupaten kota karena jumlah penduduk miskin ekstrem di 212 kabupaten kota tersebut sebesar 75% dari total penduduk miskin ekstrem nasional. Namun demikian, tidak membatasi kabupaten/kota lain untuk berpartisipasi dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di tahun 2022 dengan memperhatikan kemampuan APBD. Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem secara tepat sasaran dilakukan melalui strategi kebijakan yang meliputi: pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi yaitu kelompok program/kegiatan, peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar.
Melalui tiga strategi kebijakan pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan penurunan kantong-kantong kemiskinan, pemerintah pusat dan daerah terus bekerja keras menghapuskan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antar kementerian dan lembaga serta melibatkan peran lembaga non pemerintah, civitas akademika, dan masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Republik Indonesia pada tahun 2O24, melalui keterpaduan dan sinergi program, serta kerjasama antar kementerian / lembaga maupun pemerintah daerah, dengan ini menginstruksikan K/L untuk melaksanakan ketentuan dalam Inpres. (Red. Hilda OS.)